Wednesday, October 5, 2011

Rally di Akhir Pekan.....

Sabtu dan Minggu kemaren (01 dan 02 Okt)  gue melewatkan akhir pekan di bioskop untuk memuaskan salah satu hobi gue. Ya...mungkin ini movie time yang heboh. Mengapa saya katakan heboh ? karena dalam 2 hari tersebut gue “melahap” 5 film secara berturut-turut dengan tema yang berbeda-beda. Sejak keran impor film Hollywood dibuka kembali akhir Juli kemarin yang menandai berakhirnya “perseteruan” antara MPAA (Motion Picture Association of America - gabungan industri film Amerika yang memproduksi film2 blockbuster), Kementrian Keuangan RI serta pihak distributor/importir film Hollywood di Indonesia mengenai masalah pajak film impor, bioskop2 di Jakarta setiap minggu selalu dibanjiri film2 box office baru maupun film box office yang tertunda penayangannya lantaran kasus tersebut di atas. Hal ini benar2 memanjakan para movie lovers yang selalu disajikan banyak pilihan film setiap minggu.



Film pertama yang gue nikmati di Studio XXI hari Sabtu siang yaitu Colombiana yang  diproduksi bersama antara Perancis dan Amerika,  disutradarai oleh Luc Besson. Film ini mengisahkan tentang seorang anak perempuan kecil bernama Cataleya dengan setting kota Bogota, Colombia yang harus menyaksikan kedua orang tuanya dibunuh oleh  bandar narkoba pimpinan Don Luis di depan mata kepalanya sendiri. Sebelum kedua orang tuanya dibunuh, sang ayah sempat memberikan sebuah chip yang berisi data-data rahasia dan secarik kertas yang berisikan alamat paman Cataleya di Chicago, Amerika serta sebuah kalung dengan untaian bunga Cataleya (bunga khas Colombia). Sang ayah berpesan bila mereka nanti dibunuh dan Cataleya tinggal sebatang kara maka Cataleya harus pergi ke Kedutaan Besar Amerika di Bogota agar memberikan chip tersebut kepada duta besar Amerika untuk dilakukan barter dan dia akan mendapatkan paspor Amerika utk memberinya akses untuk masuk ke Amerika dan mencari sang paman di Chicago.

Setelah mendapatkan paspor dan akses masuk ke Amerika, Cataleya kecil akhirnya dapat bertemu dengan sang paman, Emilio yang ternyata pimpinan gangster di Chicago. Cataleya bertekad dan bercita-cita untuk menjadi pembunuh untuk membalas dendam atas kematian kedua orang tuanya dan 15 tahun kemudian mimpinya tersebut diwujudkan. Cataleya (diperankan oleh Zoe Saldana) mulai mewujudkan keinginannya untuk membalas dendam dengan melakukan pembunuhan berantai kepada orang-orang dianggap terlibat dalam pembunuhan kedua orang tuanya. Satu persatu korban dihabisi dan setiap melakukan pembunuhan, Cataleya selalu meninggalkan sekuntum bunga Anggrek Cataleya di dekat korban sebagai pesan kepada para pembunuh kedua orang tuanya.

Dua puluh tiga (23) orang yang menjadi korbannya dibunuh satu persatu dan pada akhirnya Don Luis dapat dibunuh oleh Cataleya secara dramatis sehingga dendamnya terbalas sudah. Gw sangat menyukai film ini, selain aksi laga Zoe Saldana yang memukau, alur ceritanya juga tidak ribet dan sangat mudah dicerna. Dengan durasi selama 107 menit, penonton dibawa dalam suasana tegang sepanjang alur cerita. Ciamik deh pokoknya..!!


Lanjut ke film ke-2 dengan tema yang berbeda yaitu The Sorcerer and the White Snake. Film mandarin yang dibintangi oleh Jet Li ini berkisah tentang kisah percintaan antara manusia dan siluman yang tidak kesampaian karena ditentang oleh seorang biksu Budha (diperankan oleh Jet Li)  yang menghalangi jalinan asmara mereka karena dianggap berasal dari dua dunia yang berbeda yaitu dunia siluman dan dunia manusia.

Setelah bermeditasi selama 1000 tahun, siluman ular putih (diperankan Eva Huang) menjelma menjadi seorang putri cantik. Bersama dengan sang adik yaitu siluman ular hijau mereka berpetualang ke dunia manusia dan pada akhirnya sang ular putih jatuh cinta pada Xu Xian (Raymond Lam) – seorang pemuda peramu obat herbal. Namun hubungan mereka dinyatakan terlarang oleh biksu Fa Hai (Jet Li), guru dari Kuil Jin Shan yang berupaya keras dengan segala upaya memisahkan hubungan mereka. Namun kedua insan tersebut sudah kadung saling mencintai dan menolak untuk dipisahkan walau Xu Xian sendiri tidak mengetahui bahwa sang putri yang dicintainya tersebut adalah jelmaan dari siluman ular putih.

Dalam sebuah kesempatan, secara tidak sengaja Xu Xian memberikan minuman yang diramunya sendiri namun dia tidak menyadari di dalam minuman tersebut mengandung ramuan antibisa ular sehingga sang putri menjelma kembali menjadi seekor ular namun Xu Xian tidak mengetahuinya karena pada saat sang putri menjelma menjadi ular terjadi di dalam kamar dan Xu Xian dilarang untuk masuk ke kamar tersebut.

Setelah melalui pertarungan panjang dan melelahkan dan penonton disuguhkan dengan kemampuan sang putri ular untuk menciptakan tsunami yang nyaris menenggelamkan komplek kuil Jin Shan, namun pada akhirnya sang putri ular dapat ditaklukkan dan dikurung untuk selamanya di dalam pagoda komplek Kuil Jin Shan. Kenyataan cinta yang tidak kesampaian akhirnya yang harus dihadapi oleh sang siluman ular dan pemuda Xu Xian.

Film legenda ini digarap dengan memasukkan unsur laga, animasi, fantasi, romantisme, dan  komedi yang semuanya menyatu sehingga menjadi sebuah film yang enak untuk ditonton. Dengan durasi selama 96 menit menjadikan film ini  sebuah hiburan yang layak untuk dinikmati.


Beralih ke film ke-3 Pirates  of Caribbean : Stranger Tides yang gue nikmati di Blitz Megaplex Grand Indonesia. Penasaran dengan Satin Class yang sejak lama ingin saya coba akhirnya kesampaian juga, mumpung lagi ada promo kartu kredit BNI platinum buy 1 get 1 free untuk semua class termasuk untuk film 3D di setiap hari Sabtu. Beda Satin Class   dengan regular class yaitu selain kapasitas kursi yang hanya berjumlah 52 seats yang dibuat gandeng untuk setiap 2 kursi dan terdapat jarak sekitar 1M dengan kursi yang lain, juga terdapat sandaran kaki pada setiap kursi sehingga menyerupai kursi pada pesawat terbang.

OK, kembali kepada film. Film ini termasuk yang telat tayang di Indonesia sebagai akibat masalah pajak film impor. Pada saat gue berada di KL bukan Mei lalu, film ini sudah tayang di Malaysia. Tapi tak apalah, walaupun telat namun tetap semangat untuk  menyaksikannya karena sayang untuk dilewatkan apalagi di sekuel sebelumnya gue ngikutin nih film.

Film fantasi petualangan yang merupakan seri ke-4 dari sekuel Pirates of Caribbean tetap menampilkan kapten Jack Sparrow (diperankan Johnny Depp) sebagai bintang yang bergabung dengan Angelica (diperankan Penelope Cruz) dalam misi mereka mencari sumber air mancur awet muda. Untuk misi tersebut mereka harus berhadapan dengan bajak laut terkenal yaitu Blackbeard (Ian McShane).

Entah mengapa gue merasa alur cerita pada seri ini datar-datar saja dan aksi laganya kurang greget sehingga penilaian gue untuk film ini biasa-biasa saja.


Menginjak di film ke-4 yaitu The Unborn Child sebuah film horror Thailand. Gue sendiri menyukai film yang bertemakan horor apalagi Thai horror, kerasa banget seremnya gitu dibandingkan dengan film horror Indonesia J

The Unborn Child merupakan kisah nyata yang terjadi di Thailand. Film ini dibuat sebagai bentuk keprihatinan sekaligus sebagai bentuk kampanye perlawanan  atas tingginya kasus aborsi yang dilakukan remaja Thailand setiap tahun (kalo tidak salah terdapat 300.000 ribu kasus aborsi). Dalam film ini penonton dibawa pada kisah Trai (Somchai Khemklad) yang berprofesi sebagai wartawan khusus kriminal yang hidup bahagia dengan istrinya Pim (Pitchanart Sakakorn) yg berprofesi sebagai seorang guru dan putrinya Yai Mai (Chinaradi Anuphongphicat).

Suatu ketika Pim mendapatkan salah seorang siswanya hamil di luar nikah dan akhirnya melakukan pengguguran atas kehamilannya. Kemudian arwah bayi tersebut menjadi hantu gentayangan yang terus mengganggu mereka yang telah membunuhnya. Putri Trai sendiri yaitu Yai Mai bahkan dapat melihat hantu bayi tersebut gentayangan di rumah mereka yang setiap hari dipenuhi kejadian dan peristiwa yang aneh.

Secara umum film ini gue rasa kurang “serem” sehingga suasananya menjadi kurang menegangkan. Mungkin karena film ini dibuat sebagai kampanye pemerintah untuk mengurangi tingkat aborsi pada remaja Thailand jadi unsur horrornya jauh dari kesan “serem”.


Akhirnya Av Mevsimi (Hunting Season) menjadi penutup rangkaian rally 5 film di akhir pekan lalu. Hunting Season sendiri merupakan salah satu film yang diputar secara gratis dalam rangka Festival Film Turki di Blitz Megaplex Grand Indonesia selama 2 hari yaitu tanggal 1 dan 2 Oktober. Sebanyak 5 film diputar dalam 2 hari dan festival ini sendiri hasil kerja sama dengan Kedutaan Besar Turki di Jakarta.  

Gue sendiri baru kali ini menyaksikan film Turki dan genre film ini adalah drama misteri pembunuhan. Film ini mengisahkan tentang Ferman (diperankan Sener Sen) sorang polisi yang khusus menyelidiki kasus2 pembunuhan mendapat tugas untuk mengungkapkan peristiwa pembunuhan atas seorang remaja putri berusia 16 tahun yang ditemukan di sebuah sungai kecil/rawa-rawa. Bekerja sama dengan seorang asistennya Idris (diperankan Cem Yilmaz) dan dibantu oleh seorang ahli anthropology Hasan (Okan Yalabik), mereka bekerja keras dengan keahlian masing-masing yang mereka miliki untuk mengungkap kasus tersebut. Akhirnya satu persatu tersangka ditemukan dan akhirnya kasus pembunuhan ini dapat terungkap.

Huuuuft....secara umum menurut gw film ini agak sedikit “berat”. Dengan durasi selama 2.5 jam, penonton diajak untuk berpikir dan menganalisa kasus pembunuhan tersebut sehingga bagi yang belum terbiasa menyaksikan film dengan genre misteri mungkin agak sedikit bosan dan tidak sabar untuk segera mengetahui siapa yang menjadi dalang atas kasus pembunuhan tersebut.

No comments:

Post a Comment