Tuesday, August 23, 2011

Menyibak Pesona Pulau Bidadari

Pulau Bidadari...?? mungkin sebagian dari kita warga Jakarta pernah mendengar nama pulau yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari Jakarta itu, namun sebagian besar dari kita pula – termasuk  saya - belum pernah mengunjungi pulau tersebut. Malah ada beberapa teman yg lahir dan besar di Jakartapun belum pernah menginjakan kaki ke pulau tersebut (kasihan memang J). Sebenarnya saya telah pernah mengunjungi pulau lain yang jaraknya juga tidak terlalu jauh dari Jakarta yaitu Pulau Ayer, namun itu terjadi 11 tahun silam. Hm...sudah cukup lama memang. Kini saatnya kembali untuk menjelajahi salah satu pulau eksotis yg berada dalam gugusan Kepulauan Seribu tersebut.

Akhirnya kesempatan berkunjung  untuk menikmati  indahnya Pulau Bidadari datang juga.  Bersama dengan 6 rekan kerja di kantor yang sama, tgl 13 Agustus 2011 yang lalu, di tengah bulan suci Ramadhan  kami berkesempatan untuk menjelajahi serta menikmati pesona  Pulau Bidadari. Sebenarnya kunjungan ke P.Bidadari ini  tidak direncanakan sebelumnya. Secara tidak sengaja saya menemukan penawaran dari salah satu website yg menawarkan kunjungan ke P. Bidadari dgn diskon dan fasilitas yang cukup menarik.  Setelah ditawarkan ke beberapa rekan, akhirnya terkumpul total  7 org yang mau berangkat. Untuk kunjungan ke pulau ini ditawarkan 2 program yaitu one day tour (tanpa menginap a.k.a pulang hari) dan 2 days tour (dengan menginap) yang tentunya dengan harga berbeda. Untuk one day tour sendiri dilepas dengan harga Rp 137rb/pax (dari harga normal Rp 265rb/pax) dgn fasilitas : penyeberangan menggunakan kapal speedboat dari dermaga Marina Ancol PP, welcome drink, makan siang dan fasilitas penggunaan sepeda  gratis selama 1 jam utk berkeliling pulau. Sedangkan program dengan menginap dikenakan harga Rp 428rb/pax (harga normal Rp 875rb/pax) dgn tambahan beberapa fasilitas lain. Dengan beberapa pertimbangan, saya dan rekan2 lain memutuskan utk mengambil program one day tour.
Setelah melakukan pembelian voucher secara online dan melakukan  pembayaran,  maka kami melakukan reservasi ke kantor pemasaran terlebih dahulu utk menentukan tanggal keberangkatan dan mendapatkan kepastian seat, maka saya dan 6 rekan akhirnya berangkat menuju P. Bidadari. Keberangkatan ke Pulau Bidadari dilakukan melalui Dermaga 17 Marina Ancol dengan menggunakan kapal speedboat bermesin 4.  Registrasi ulang dibutuhkan untuk mengkonfirmasi kembali keberangkatan team kami di kantor pemasaran pulau Bidadari, di mana saat itu kami langsung dibagikan voucher utk penyeberangan menuju pulau, welcome drink dan makan siang (buat yg tidak menjalankan ibadah puasa tentunya :p) serta free penggunaan  sepeda selama 1 jam. Tak lupa kami mengambil brosur yg disediakan sebagai panduan utk menjelajah nantinya.
Tepat jam 11.00 siang kami dan rombongan lain (kira2 total berjumlah 30-40 org) dipanggil per rombongan utk memasuki kapal speedboat yang telah siap untuk berangkat mengantar kami menyeberang. Oh ya, kapal ini mempunyai jadwal 2x menyeberang untuk weekend yaitu jam 11.00 (pasti berangkat)  dan 13.30 (tentative, tergantung banyaknya jumlah peserta). Kapal ini sendiri cukup nyaman dan bersih dgn kapasitas tempat duduk utk sekitar 40 org dan di masing2 kursi telah tersedia peralatan life vest berupa baju pelampung utk masing2 penumpang. Dengan bentuk yang tertutup, kapal ini dapat melindungi kami dari terjangan ombak walaupun sesekali percikan air dari ombak dapat masuk juga melalui jendela kapal. Dengan  kecepatan tinggi, kapal melaju memecah gelombang perairan Teluk Jakarta yang pada saat itu relatif tenang dan tidak bergelombang. Perjalanan ke Pulau Bidadari sendiri ditempuh  dengan menyeberang selama 20 menit dari dermaga Marina Ancol.
Tepat jam 11.20 kapal tiba dan merapat di dermaga P. Bidadari yang dibangun secara khusus untuk menunjang kegiatan pariwisata di pulau tersebut. Oh ya, seperti kita ketahui bersama, P. Bidadari merupakan  salah satu rangkaian pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah utara Jakarta. Karena letaknya yg  relatif dekat dari daratan Jakarta dan di pulau ini dibangun resor  menjadikan pulau ini sebagai salah satu tujuan wisata bagi warga Jakarta dan sekitarnya serta turis dari luar Jakarta serta manca negara utk sekedar beristirahat  ataupun bersantai sambil menikmati keindahan perairan teluk  Jakarta serta peninggalan sejarah yang ada di pulau tersebut.
Patung Sang Tanduk Tujuh Belas  dengan ujud seekor rusa yang sedang mengangkat kakinya menyambut kedatangan para pengunjung. Bahkan sambutan tersebut disertai dengan bunyi puisi yang tertulis di bawah patung yang berbunyi sebagai berikut,”Singa Beraung dihutan-hutan, Hiu berteriak, Aku raja dilautan, Dan rajawali, Bebas terbang tinggi di awan – Disini Sang Tanduk Tujuh Belas, Akrab berbisik, Kepada para wisatawan, Saya hanyalah penjaga kepulauan – Cinta persahabatan, Cinta perdamaian, Cinta ketenangan, Dan cinta keindahan”.  Tak lupa kami mengabadikan moment tersebut dengan berpose di depan patung sang rusa. Merenung sejenak setelah membaca puisi tersebut, welcome drink pun siap sedia diatas meja yang terletak di samping meja resepsionis.  Di pintu masuk terdapat beberapa petugas yang sudah siap sedia melayani  segala keperluan para pengunjung.

Pulau Bidadari memiliki luas sekitar 6 ha dan secara adminstratif masuk dalam wilayah kabupaten Kep. Seribu Provinsi DKI Jakarta. Dalam perjalanan sejarahnya, sebelum bernama Pulau Bidadari, pulau ini memiliki dua nama yaitu Pulau Sakit dan Pulau Purmerend. Pulau Bidadari sendiri dikelilingi oleh gugusan pulau2 lain  yaitu P. Cipir, P. Onrust dan P. Kelor. Pulau-pulau tersebut pernah digunakan oleh penjajah VOC Belanda sehingga banyak terlihat bangunan-bangunan peninggalan Belanda seperti benteng dan pelabuhan kuno
Pada abad ke-17, pulau ini merupakan penunjang aktivitas Pulau Onrust karena letaknya yang tidak berjauhan dengannya. Karena menjadi penunjang, di pulau ini dibangun pula sarana-sarana penunjang. Pada tahun 1679, VOC membangun sebuah rumah sakit lepra atau kusta yang merupakan pindahan dari Angke, karena itulah, pulau ini sempat dinamakan Pulau Sakit. Saat bersamaan, Belanda mendirikan benteng pengawas. Benteng yang dibangun ini lebih berfungsi sebagai sarana pengawasan untuk melakukan pertahanan dari serangan musuh. Sebelum pulau ini diduduki oleh Belanda, orang Ambon dan Belanda pernah tinggal di pulau ini.
Sekitar tahun 1800 armada laut Kerajaan Inggris menyerang pulau ini dan menghancurkan bangunan di atas pulau ini. Sekitar tahun 1803 Belanda yang kembali menguasai Pulau Bidadari dan membangunnya kembali. Akan tetapi Inggris kembali menyerang  pada tahun 1806, Pulau Onrust dan Pulau Bidadari serta pulau lainnya hancur berantakan. Tahun 1827 pulau ini kembali dibangun oleh Belanda dengan melibatkan pekerja orang Tionghoa dan tahanan. Bangunan yang dibangun adalah asrama haji yang berfungsi hingga tahun 1933.
Pulau ini sebelum menjadi resor sempat kosong dan tidak berpenghuni sampai dengan tahun 1970. Bahkan pulau ini tidak pernah dikunjungi orang. Pada awal tahun 1970-an, PT Seabreez mengelola pulau ini untuk dijadikan sebagai resor wisata. Semenjak tahun 1970 ini, untuk menarik pengunjung, pulau ini berganti nama menjadi Pulau Bidadari. Alasan pengambilan nama menjadi Pulau Bidadari diilhami dari nama pulau lainnya di Kepulauan Seribu seperti Pulau Putri, Pulau Nirwana , dan lainnya.
Pulau Bidadari ini memiliki beberapa fasilitas penunjang layaknya sebuah resor yang ditawarkan kepada pengunjung seperti  dermaga tempat bersandarnya kapal cepat (speedboat), sejumlah tempat penginapan berupa cottage baik yang terdapat di darat maupun yang terdapat di atas laut (floating cottage), restaurant, dan  tempat bermain utk anak-anak.
Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan oleh pengunjung seperti menyusuri tempat bersejarah yg terdapat di dalam pulau, kegiatan olahraga air (seperti kano, banana boat, kayak laut serta jetski yang ongkos sewanya menurut  saya relatif cukup mahal yaitu dengan tarif berkisar 150-250rb/15 menit), berenang di laut, bilyard, karaoke serta  bagi yang malas utk menjelajah pulau bisa memilih untuk bersantai  sambil menikmati semilir angin laut yang sepoi2 asyik gimana gitu di bangku atau pondok yang disediakan pengelola resor.
Kami  sendiri  setibanya di pulau tersebut,  langsung memilih untuk menjelajah pulau dengan menjadikan Menara Martello sebagai tempat perhentian pertama kami. Karena ukuran pulau tidak terlalu luas, menara tersebut dpt dicapai dengan berjalan kaki dari pinggir dermaga. Menara Martello sendiri dibangun pada tahun 1850 oleh VOC Belanda. Bila dilihat sekilas, bentuk atau arsitektur menara ini mirip dgn Menara Martello yang terdapat di Suffolk, Inggris.

Menara Martello yang tedapat di P. Bidadari hancur akibat terjangan gelombang pada saat Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Namun kita masih dapat menyaksikan sisa-sisa atau reruntuhan dari menara tersebut saat ini.

Bangunan yang berfungsi sebagai menara pengawas dan benteng di Pulau Bidadari ini berbentuk bundar dengan garis tengah 23 meter dan tebal dinding 2,50 meter. Pada dinding ini terdapat deretan jendela-jendela besar dan kecil. Pada bagian dalam bangunan ini terdapat tujuh ruangan lantai dasar yang dipisah-pisahkan dengan skat tembok bata.
Salah satu ruangan yag tertutup berfungsi sebagai tempat penyimpanan amunisi. Pada bagian tengahnya terdapat sebuah dinding lingkaran lagi yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan air bersih untuk keperluan minum dan memasak bagi para tentara yang sedang berjaga. Sebelum dilakukan penggalian arkeologi, bangunan menara pengawas di Pulau Bidadari ini tidak terlihat wujudnya sebab seluruh permukaan bangunan tertimbun oleh puing-puing dan ditumbuhi oleh pohon-pohon besar serta ilalang. Namu setelah dilakukan penelitian dan penggalian oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, akhirnya dapat diperlihatkan wujud dari sisa-sisa bangunan menara tersebut. Menara pengawas ini bertingkat dua, hal ini dibuktikan dengan adanya lubang-lubang penyangga balok lantai. Ruangan-ruangan pada lantai dua ada tujuh buah. Kemungkinan ruangan dilantai dua ini berfungsi sebagai ruangan tidur sekaligus tempat pengintaian.


Walaupun panas terik menyengat namun rasanya sayang kalau tempat yang eksotis ini dilewatkan untuk diabadikan lewat jepretan kamera. Dan hasrat kamipun bergelora untuk urusan foto memfoto J Menara ini merupakan salah satu tempat favorit di P.Bidadari yg menjadi objek pengambilan foto pre-wedding bagi pasangan yang ingin menikah.
Puas dengan berfoto ria di Menara Martello, akhirnya perut ini terasa lapar juga dan kebetulan saat itu panggilan untuk makan siang terdengar menggema dari restaurant di bagian depan pulau. Tanpa menunggu lebih lama lagi kami langsung menyerbu ke restaurant utk menyantap makan siang yang telah disediakan dengan menukarkan voucher yg telah diberikan sebelumnya. Makan siangnya sendiri disajikan ala buffet dgn pilihan menu sekitar 3-4 items. Tidak mewah memang namun juga tidak bisa dikatakan sederhana dengan cita rasa yg menurut ukuran saya cukup lezat dengan harga yg dibayar, dan yang penting........bisa nambah dengan porsi sepuasnya (hahaha teutep ga mau rugi!). Dengan posisi restaurant yang menghadap pantai menjadikan suasana makan tersaji dgn pemandangan laut yang indah serta semilir angin yg membuat selera makan terangkat.

Akhirnya semilir angin itu pula yang menghantar saya terlelap sejenak setelah perut terasa kenyang dan tak sadar terbawa tidur lbh kurang 30 menit sementara teman2 lain lgs beranjak menuju pantai dan cottage terapung untuk mencari best spot buat beraksi depan kamera. Keinginan untuk menjelajah pulau tercetus dgn menggunakan fasilitas bersepeda gratis yang disediakan pengelola resor. Semua teman-teman sepakat bersepeda mengelilingi pulau ini seolah-olah mengembalikan  ingatan akan peristiwa masa kecil dulu yg akrab dengan kegiatan bersepeda dan sangat menyenangkan.

Aih...karena bermedan pasir jadi lumayan ngos-ngosan juga menggenjot sepeda selain itu ukuran sepeda yg bervariasi a.k.a tidak sepadan dgn postur tubuh (baca : kekecilan) membuat beberapa teman termasuk saya sendiri harus menguras tenaga ekstra untuk meluncur dgn sepeda ini. Secara tidak sengaja saat mengelilingi pulau yang begitu indah dengan hamparan laut di sisi kanan/kiri dan sesekali melihat hewan biawak yang melintas, kami menemukan satu spot yang membuat kami terperangah dan tersenyum geli yaitu : pohon jodoh. Tidak terdapat keterangan resmi di sekitar papan nama pohon ini mengapa disebut dengan pohon jodoh. Tapi siapa yang perduli, dan dengan sigap semua kompak turun dari sepeda masing-masing berebut untuk difoto di depan pohon tersebut dan mungkin juga ada yang menyimpan sejumlah harapan dengan berfoto di depan pohon ini terutama buat yang masih jomblo hahahaha. (tentunya kalian semua tahu apa yang saya maksud!). Tapi sayangnya, ada satu poin yang ras penting untuk diangkat yaitu saat kami bersepeda mengelilingi pulau, banyak  terdapat sampah dan kotoran yg hanyut dan terdampar di pantai sehingga memberi kesan pulau ini kotor dan jorok.

Penat bersepeda mengelilingi pulau selama satu jam, kami mengambil waktu rehat sejenak di pendopo sambil ditemani es campur yang dibeli dari warung yang sepertinya mendapat ijin khusus dari pengelola pulau untuk berjualan di situ. Uang 7rb melayang dari kantong kami masing2 untuk membasahi tenggoran kami yang begitu dahaga. Rasanya harga tersebut lumayan pantas untuk kami  dapat  menikmati es campur di tengah udara panas dengan kerongkongan yg kering dan ditemani semilir angin laut yang sepoi-sepoi. Sluuurp........... Tanpa sengaja mata kami menatap serombongan orang-orang yg anggota rombongannya satu kapal dengan kami saat berangkat turun dari kapal kecil di dermaga kecil yang terletak di sisi belakang dari Pulau Bidadari ini.
Usut punya usut ternyata rombongan ini baru kembali dari islands tour ke 3 pulau di sekeliling P. Bidadari ini yaitu P.Cipir, P.Onrust dan P. Kelor. Rasa penasaran langsung menghinggapi diri kami, dan kami semua pada akhirnya setuju untuk menyeberang ke Pulau-pulau tersebut untuk melihat isinya. Kami langsung menghampiri pemilik kapal menanyakan harga sewa untuk menyeberang ke pulau-pulau tersebut. Harga sewa ternyata 50rb per orang dan setelah dilakukan tawar menawar akhirnya pemilik kapal setuju untuk memberikan harga total 300rb utk kami ber-7.
Pulau pertama yang dituju yaitu pulau Cipir dengan jarak tempuh sekitar 10 menit dari dermaga. Untuk masuk ke pulau ini, terlebih dahulu kita harus membeli tiket masuk 2rb per orang di depan pintu masuk pulau. Saat tiba di Pulau ini, kesan pertama yang hinggap pada diri kami adalah kesan seram tepatnya mistis (halah,,lebay ga sih hehe). Ya seram....karena isi pulau ini terdiri dari puing-puing bangunan dan pohon yang meranggas.  Pulau Cipir sendiri merupakan pulau yang tidak berpenghuni dan dulunya merupakan bekas rumah sakit untuk perawatan dan karantina peyakit menular bagi para calon jemaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci Mekah. Kita masih dapat menyaksikan bekas reruntuhan bangunan dari rumah sakit dan rumah dokter yang tinggal di pulau tersebut. Pulau Cipir memang ada hubungannya dengan Pulau Onrust. Pada tahun 1911, Pulau Onrust dan Pulau Cipir sama-sama dipergunakan sebagai pusat karantina haji. Jemaah Haji yang baru datang akan menjalani pemeriksaan kesehatan di sini dan jika ada jemaah yang terkena penyakit menular maka akan dikarantina dan dirawat dahulu di Pulau Cipir. Sebelumnya, Pulau Cipir juga pernah dipergunakan sebagai benteng pertahanan Belanda yang bisa dilihat dari meriam yang ada disini.


Dari Pulau Cipir kami beranjak ke Pulau Onrust yang jarak tempuhnya juga lebih kurang 10 menit dari P. Cipir. Nama ‘Onrust’ sendiri diambil dari Bahasa Belanda yang berarti “tidak Pernah Beristirahat’ atau dalam bahasa Inggrisnya “Unrest”. Seperti di P. Cipir, setiap pengunjungpun ditarik biaya retribusi sebesar 2rb per orang dan P. Onrust juga pulau tanpa penghuni. Dulunya P.Onrust merupakan pelabuhan VOC sebelum pindah ke pelabuhan Tanjung Priok. Sama halnya dengan P. Cipir, Pulau Onrust di tahun 1930-an merupakan tempat penampungan atau karantina bagi calon jemaah haji yang akan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Para calon haji di P.Onrust diadaptasikan dengan udara laut karena zaman dulu sarana transportasi yang digunakan menuju Tanah Suci yaitu kapal laut. Sisa-sisa bangunan yang merupakan barak jemaah haji masih dapat disaksikan di sini, selain itu bekas rumah dokter, tempat cuci umum, asrama tuna wisma, toilet (kakus) dan benteng bekas VOC Belanda jg masih menyisakan puing-puingnya. Oh ya, di bagian depan pulau terdapat sebuah rumah tua yang saat ini difungsikan menjadi museum P. Onrust. Di dalam rumah ini kita dapat menyaksikan koleksi berupa foto-foto, maket P.Onrust dan catatan2 sejarah tentang P.Onrust.



Puas di P.Onrust, kapalpun bergerak menuju pulau terakhir yaitu Pulau Kelor. Namun sayangnya di pulau yang indah ini tidak terdapat dermaga sehingga kapal tidak dapat merapat dan kami tidak dapat menjelajah serta menikmati keindahan Pulau Kelor. Kapal hanya melewati dan berhenti sebentar di depan pulau untuk memberi kami kesempatan berfoto. Pulau Kelor dahulu dikenal dengan nama Pulau Kherkof. Di pulau ini terdapat peninggalan Belanda berupa galangan kapal dan benteng yang dibangun VOC ntuk menghadapi serangan Portugis pada abad ke 17 yang bila dilihat dari jauh sangat mirip dengan Menara Martello yang terdapat di P. Bidadari.

Hampir satu jam kami mengelilingi ke-3 pulau ini dan akhirnya kami kembali ke Pulau Bidadari sambil menunggu jadwal kembali ke Dermaga Marina Ancol. Masih tersisa waktu buat kami untuk duduk2 santai ngobrol di bale2 di tepi pantai sambil menikmati udara sore dan semilir angin pantai. Akhirnya tepat jam 18.00 kami dipanggil untuk masuk ke speedboat. Berbagai perasaan puas, senang, dan gembira mengiringi kami kembali ke dermaga Marina Ancol. Tepat 20 menit kemudian kapal merapat di dermaga Marina Ancol dan menyisakan kenangan yang indah akan P. Bidadari. Sampai jumpa kembali di trip berikutnya.

3 comments:

  1. nice article dan detail banget sejarahnya like it, you go dude! TERUSKAN yah :)

    ReplyDelete
  2. Thanks brow :) baru belajar nulis neh....

    ReplyDelete
  3. Woooow ^^ kereeeen liputannya..

    ReplyDelete