Saturday, November 19, 2011

Ke Kuala Lumpur ku kan Kembali........


Dalam rentang waktu 3 bulan gue kembali mengunjungi Kuala Lumpur (KL) tepatnya tanggal 13-16 Mei 2011 yang lalu. Banyak teman-teman yang heran dan bertanya-tanya. “Ngapain loe ke KL lagi, kan barusan juga dari KL?” begitu tanya mereka ke gue. Hehehe gue sebenarnya juga bingung karena perjalanan kali ini memang telah direncanakan 6 bln sebelumnya saat mendapatkan harga promo dari maskapai Air Asia seharga Rp 325rb net pp, sedangkan bln Februari silam hanya perjalanan 1 hari saja. Tapi tak apalah, hitung-hitung menjadi guide bagi teman-teman yang belum pernah ke sana.


Selain gue, ada 3 teman lain yang berangkat bersama jadi total kami ber-4 (2 cowok dan 2 cewek). Sebenarnya yang akan berangkat 5 orang namun 1 yang lain mendadak membatalkan keberangkatannya di menit-menit terakhir karena alasan keluarga. Sedih juga sebenarnya karena perjalanan yang telah direncanakan 6 bulan sebelumnya harus batal di menit-menit terakhir. Namun hal tersebut tidak memudarkan semangat buat yang lain yang akan berangkat. Ya the show must go on................

Hari 1 :

13 Mei 2011 Seperti biasa setelah  check in  tiket dan proses imigrasi selesai kami menuju airport lounge untuk makan minum sepuasnya. Kali ini keberangkatan kami terpecah dalam jam yang berbeda karena pada saat booking tiket tidak berhasil mendapatkan jam keberangkatan yang sama. Gue dan temen gue (cowok) berangkat jam 08.30 sedangkan 2 temen gue yang lain (cewek)  jam 11.30.  Pesawat Air Asia tepat waktu jam 08.30 lepas landas dari bandara Soekarno Hatta Jakarta dan jam 11.30 mendarat di LCCT-KLIA Kuala Lumpur.

Pada saat pemeriksaan imigrasi, temen gue berlalu dengan lancar. Nah tiba giliran gue terjadi sedikit masalah. Ketika gue menyodorkan paspor, petugas imigrasi meneliti paspor tersebut serta membolak baliknya. Dalam hati gue berkata “tumben kali ini sebegitu detailnya mereka memeriksa paspor”. Dengan logat melayunya petugas tersebut menanyakan apakah saya membawa surat. Saya bertanya balik “surat apa?”. Dalam suasana yang masih diselimuti kebingungan gue mencoba untuk tenang. Kemudian petugas imigrasi tersebut memanggil rekannya yang kelihatannya atasan petugas tersebut. Terjadi percakapan antara mereka berdua yang tidak gue mengerti.  

Sang petugas bertanya kembali apakah pada saat kedatangan sebelumnya (Februari) gue dimintai surat? Gue jawab tidak ada dan tidak ada masalah sebelumnya. Kembali paspor gue diteliti sambil sesekali mereka mengecek ke komputer. Sebenarnya gue ingin bertanya karena penasaran namun niat tersebut diurungkan karena takut malah timbul masalah nantinya, begitu pikir gue. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya paspor gue dicap imigrasi. Ah...lega gue, tanpa berlama-lama gue berlalu sambil menyisakan kebingungan dan temen gue yang telah menunggu dari tadipun terheran-heran.

Segera kami menuju counter yang menjual tiket kereta ekspress menuju pusat kota Kuala Lumpur seharga RM 22 pp (kalo beli secara eceran one way seharga RM 12.5). Dari bandara kami diantar menggunakan shuttle bus menuju Dang Wangi yang ditempuh sekitar 20 menit (karena kereta ekspress berangkat dari KLIA dan tidak mampir LCCT) baru setelah itu naik kereta ekspress ke Stasiun KL Sentral. Kereta yang khusus melayani jalur bandara ini sangat bersih dan nyaman dan saat itupun penumpangnya juga tidak terlalu ramai sehingga kami dapat dengan bebas memilih tempat duduk yang tersedia.


Perjalanan ke Stasiun KL Sentral ditempuh lebih kurang selama 1 jam dan begitu tiba di KL Sentral kami langsung menuju counter bus yang melayani rute ke Genting Highlands untuk keberangkatan esok harinya. Ternyata tiket yang ingin kami beli ke Genting buat esok hari sudah habis dan hanya tersedia tiket pada jam-jam tertentu yang tidak match dengan jadwal kami. Agak bingung juga dengan situasi pada saat itu, dan gue sempat berpikir apakah akan merubah itinerary yang telah disusun dari Jakarta.  Setelah berdiskusi dengan temen gue dan bertanya kepada petugas yang menjual tiket, kami mendapat info bahwa tiket ke Genting juga dapat dibeli dari  Terminal bus Pudu Raya. Tanpa pikir panjang, segera gue membuka peta jalur monorail dan kereta di dalam kota KL dan langsung buru-buru meluncur ke Terminal Pudu Raya.  Huuft....akhirnya tiket di hari dan jam yang kami inginkan  didapat juga. Lega rasanya........ Harga tiket bus ke Genting per orang RM 19.2 pp termasuk cable car pp juga (sekitar Rp 55.700). Cukup murah...

Setelah tiket didapat kami kembali ke Stasiun KL Sentral karena di situlah menjadi meeting point dengan temen2 yang berangkat belakangan. Gerai McDonald menjadi tempat kami bertemu dan setelah menunggu akhirnya ke-2 teman gue  muncul dan bergabung untuk late lunch.

Hostel tempat kami menginap kali ini yaitu Green Hut Lodge yang terletak di 48 Tengkat Tong Shin, Bukit Bintang. Pemesanan hostel kami lakukan secara online lebih kurang satu bulan sebelumnya di situs hostelworld.com. Pemesanan secara online melalui situs ini akan dikenakan service charge sebesar USD 1/pax yang ditagih melalui rekening kartu kredit.


Letak hostel kecil ini sangat strategis di pusat kota dan icon KL yaitu Bukit Bintang. Gue dan temen gue yang cowok memilih kamar tipe dormitory di mana dalam satu kamar terdapat 5 tempat tidur susun bertingkat (bunk bed) untuk kapasitas 10 orang. Sedangkan temen gue yang cewek karena belum terbiasa tidur di kamar tipe dormitory memilih tipe private room untuk ber-2. Pertimbangan gue memilih tipe dormitory simpel saja, kamar tersebut hanya dipakai  pada malam hari saat tidur sedangkan seharian dari pagi sampai malam kegiatan banyak kami lakukan di luar sehingga otomatis di hostel tersebut hanya untuk numpang tidur saja. Selain itu gue mau traveling dengan budget yang minim sehingga semua pos-pos pengeluaran yang tidak perlu dapat ditekan.


Saat kami tiba, belum ada tamu lain yang menghuni kamar dormitory sehingga kami bisa dengan bebas dan leluasa memilih tempat tidur yang kami inginkan. Harga kamar untuk tipe dormitory yaitu RM 23 (sekitar Rp 69rb) per orang, sedangkan private room dikenai RM 32.5 (sekitar 97rb) per orang.Cukup murah bukan? Namun sesuai “you get what you pay” maka fasilitas yang disediakan juga sangat sederhana, namun tidak jelek-jelek amat kok justru di sinilah letak seninya menginap di hostel sederhana. Semua kamar disediakan A/C termasuk tipe dormitory. Namun untuk penggunaan kamar mandi dipakai secara bersama-sama dengan penghuni lain dan letaknya di luar kamar, tidak terkecuali untuk semua penghuni. Locker untuk menitip barang-barang berharga juga tersedia dengan membayar biaya deposit sebesar RM 10 (refundable), namun letaknya di area resepsionis di bawah sehingga gue tidak pernah menggunakannya karena kamar gue letaknya di lantai 2 jadi malas untuk naik turun sekedar untuk  menitipkan barang berharga. Alhasil pada saat tidur di malam hari semua barang-barang berharga gue titipkan di kamar temen gue yang mengambil private room. Sarapan pagi juga disediakan walaupun sebatas roti tawar + teh/kopi tapi  ya lumayanlah daripada tidak ada sama sekali. Sekali lagi “you get what you pay.” Oh ya disediakan juga komputer dengan fasilitas internet yang dapat digunakan oleh semua tamu yang menginap di situ.

Tidak banyak aktivitas yang kami lakukan di hari pertama ini, setelah beristirahat sejenak, mandi dll kami berkumpul kembali untuk mencari makan malam. Oh ya sebelum makan malam kami berencana untuk mampir dulu ke Cocoa Booutique di Jalan Kemuning, masih di area Bukit Bintang. Toko ini tepatnya rumah, menjual coklat dengan berbagai aneka rasa dan ukuran. Walaupun telah menyimpan alamatnya dari Jakarta, namun tetap saja agak sedikit bingung menemukan lokasi yang dituju. Akhirnya setelah bertanya kesana kemari kami dapat menemukan alamat yang dimaksud. Namun setibanya di sana kami harus menelan kekecewaan karena toko tersebut telah tutup. Ternyata toko tersebut buka dari pukul 9 pagi hingga 6 sore, demikian penjelasan yang kami terima dari petugas security yang menemui kami di depan pintu gerbang. Yah tak apalah, yang penting sudah menemukan tempatnya dan kami akan kembali lagi esok hari, begitu pikir kami.

Akhirnya kami mecari tempat makan malam di sekitar Cocoa Boutique dan pilihan jatuh kepada Chinese Restaurant yang pada malam itu tidak terlalu ramai sehingga kami dapat dengan cepat dilayani. Gue sendiri lupa menu apa yang dipesan malam itu, namun harga yang gue bayar yaitu RM 15.5 (sekitar Rp 46rb). Setelah perut terisi dengan sempurna, langkah kaki membawa kami menyusuri kawasan Bukit Bintang di malam hari dengan segala gemerlap dan kemewahannya, kami mampir ke Plaza Sungei Wang untuk sekedar berkeliling di dalamnya dan nongkrong sejenak di pertigaan Bukit Bintang yang dekat dengan stasiun monorail  dan selalu ramai dengan orang yang berkumpul serta lalu lalang di situ. Oh ya ke Bukit Bintang kurang lengkap rasanya kalau tidak mampir ke gerai es krim Turki (karena penjualnya orang Turki) yang merupakan tempat “wajib” gue kunjungi setiap kali datang ke Kuala Lumpur. Dengan harga RM 5, kita dapat memilih es krim 2 rasa yang tersedia di situ. Puas menyantap es krim, kami kembali ke hostel untuk beristirahat dan melanjutkan kegiatan kami keesokan hari.


Hari 2 :

14 Mei 2011 Sesuai dengan itinerary, kegiatan kami di hari ke-2 yaitu bermain ke  Genting Highlands. Dari hostel kami berjalan kaki menuju Terminal Pudu Raya yang ternyata jaraknya tidak begitu jauh sekitar 20-25 menit berjalan kaki.  Walaupun di hostel telah disediakan sarapan pagi berupa roti tawar namun tetap saja perut ini minta diisi secara maksimal hehehe. Berbagai aneka masakan bertebaran di sekitar Terminal Pudu Raya ini mulai dari masakan India, Cina dan juga selera lokal Malaysia. Akhirnya selera kami pagi itu jatuh kepada Nasi Lemak yang memang khas Malaysia walaupun secara penampakan dan rasa tidak jauh berbeda dengan nasi uduk versi Indonesia. Sepiring nasi lemak dengan topping sederhana yaitu telur mata sapi,  ikan teri + sambal dan teh hangat ditebus dengan harga RM 2.8 (sekitar Rp 8.400). Hm....harga yang cukup moderat!

Tanpa berlama-lama setelah nasi lemak tak bersisa lagi di piring, kami segera beranjak menuju Terminal Pudu Raya. Terminal ini baru mengalami renovasi sejak gue datang terakhir di tahun 2007 dan penampilannya sekarang lebih cantik, tertib dan teratur serta bersih. Di setiap sudut terminal dipasang layar TV LCD yang menginformasikan jadwal keberangkatan dan kedatangan bus.

Tepat pukul 09.00 bus yang kami tumpangi berangkat dan gue sangat suka dengan ketepatan waktu ini. Kondisi bus nya sendiri sangat nyaman, bersih dan adem dengan A/C nya yang bikin mata mengantuk kembali di pagi hari. Alhasil gue pun sukses terbuai tidur sepanjang perjalanan yang ditempuh kurang lebih selama 1 jam.

Akhirnya rombongan kami tiba juga di terminal utama keberangkatan kereta gantung (cable car) yang akan membawa kami menyeberang menuju Genting Resort World. Oh ya ternyata Genting Resort World ini masih satu grup dengan Resort World Sentosa yang terdapat di Singapura. Setelah meniti cable car selama lebih kurang 30 menit kami tiba di Genting Resort World yang merupakan area terpadu dan terintegrasi yang memadukan taman bermain (theme park), pusat perbelanjaan (Mall), kasino serta hotel. Penjelasan lebih lengkap mengenai Genting ini dapat dibaca pada tulisan gue di blog sebelumnya (Akhirnya ke Negeri Jiran).

Tiket terusan seharga RM 46 (sekitar Rp 138rb) per orang kami beli untuk menikmati wahana yang ada di area permainan (indoor and outdoor theme park). Karena ini kunjungan gue yang kedua ke Genting, maka gue nggak terlalu antusias lagi karena gue rasa permainannya pun biasa aja. Apalagi di saat kami datang merupakan long weekend sehingga mau main pun antriannya sangat panjang di sana sini. Alhasil kami cuma dapat menikmati 2 permainan saja di sana.


Setelah diselingi dengan makan siang di mana untuk makan siang ini saya harus merelakan uang Ringgit melayang sebesar 16.25 (sekitar Rp 49rb) dan air mineral dengan ukuran sedang ditebus dengan RM 4.25 (Rp 13rb). Harap maklum di tempat wisata seperti ini  sangat lumrah harga makanan dan minuman  mencekik leher. Namun apa boleh buat tidak ada pilihan lain ketimbang kelaparan dan kehausan hehehe.

Kasino menjadi sasaran kami berikutnya. Bukan untuk main judi sih tapi sekedar melihat lihat suasana di dalamnya. Peraturan di kasino sangat ketat yang diberlakukan kepada setiap pengunjung seperti warga negara Malaysia muslim dilarang masuk, tidak diperkenankan memakai sandal serta celana pendek, dilarang membawa masuk tas ransel. Gue dan temen gue yang cowok bisa lolos karena kami memenuhi semua persyaratan tersebut, namun kedua temen gue yang cewek terganjal untuk masuk karena mereka membawa tas ransel dan tas ransel tersebut harus dititipkan di locker dengan membayar sejumlah uang sebagai deposit (lupa harganya J). Karena ga mau repot titip sana titip sini akhirnya kami membatalkan tour di dalam kasino dan keluar kembali. Jadi bagi yang ke Genting dan ingin melipir ke kasino harap diperhatikan ketentuan tersebut agar tidak ditolak masuk terutama bagi mereka yang benar-benar niat ingin berjudi!

Sekitar jam 4 sore kami mengakhiri kegiatan di Genting dan kembali meniti cable car untuk naik bus yang akan mengantar kami kembali ke Kuala Lumpur. Sembari menunggu jadwal keberangkatan bus, gue melipir ke mini market yang terdapat di situ dan membeli pop mie seharga RM 3.2 (Rp 9.600) karena saat itu perut memang terasa sangat lapar. Dan menjelang senja kami tiba kembali di Terminal Pudu Raya untuk selanjutnya kami singgah di Pasar Sentral yang jaraknya sangat dekat hanya 15 menit berjalan kaki dari terminal. Sebelum menuju Pasar Sentral kami mampir sejenak ke Kasturi Walk yang letaknya bersebelahan dengan Pasar Sentral. Di Kasturi Walk ini dapat kita jumpai berbagai produk yang dijual dengan menggunakan gerobak-gerobak kecil dengan suasana outdoor seperti pakaian, pernak pernik suvernir, makanan, minuman dll. Tidak lama kami menjelajahi Kasturi Walk dan kami segera masuk ke dalam Pasar Sentral.


Pasar Sentral ini telah ada sejak tahun 1888 dan untuk tahu lebih jelasnya mengenai Pasar Sentral silahkan baca kembali tulisan di blog gue sebelumnya (Semalam di Kuala Lumpur). Di Pasar Sentral ini tidak banyak barang yang kami beli dan akhirnya petualangan berlanjut ke Petaling Street yaitu China Townnya di Kuala Lumpur yang mirip dengan Bugis Street di Singapore. Di kawasan ini pun gue tidak belanja sama sekali karena memang tidak ada hasrat untuk itu, selain itu juga kalau ingin belanja berpikir dua kali karena keterbatasan dengan kapasitas ransel yang gue bawa dan setiap traveling gue sangat jarang membeli fasilitas bagasi di pesawat. Akhirnya kami hanya makan malam saja di Petaling Street dan kali ini memilih Chinese Food. Sempat ketar ketir juga ketika memilih tempat ini sebagai pelabuhan makan malam kami karena ada salah satu rekan kami yang muslim. Setelah memastikan makanan yang ingin dipesan halal maka kamipun mulai memesan makanan yang ingin kami santap malam itu. Untuk makan malam tersebut (maaf gue lupa makan apa? Hehehe) gue membayar sebesar RM 9 (sekitar Rp 27rb).


Oh ya di Petaling Street ini banyak sekali pedagang yang menjajakan chestnut (gue sendiri tidak pernah ngeliat mahkluk yang satu ini dijual di Jakarta) yaitu sejenis kacang dengan kulit luarnya yang keras berwarna coklat tua. Chestnut ini sungguh enak, gurih dan lebih pas dimakan selagi hangat ketika baru diambil dari pembakarannya dengan media sejenis pasir yang berwarna hitam. Dengan harga bervariasi antara RM 7-10 (sekitar Rp 21-30rb) tergantung ukuran, kami memboyong chestnut ini untuk menjadi teman nongkrong kami di teras hostel. 

Hari 3 :

15 Mei 2011 Pagi ini sarapan kami berupa mie kuah dimana penjual mie ini letaknya dekat hostel tempat kami menginap. Kali ini terpaksa rekan kami yang muslim terpaksa harus jadi penonton karena makanan tersebut tidak layak santap buat dia karena mengandung unsur non halal hehehe. Akhirnya bekal roti yang dibawa dari hostel pun dikeluarkan untuk menjadi sarapan paginya. Mie kuah ini harus diganjar seharga RM 7.3 (sekitar Rp 22rb) dan kenyanglah perut ini akhirnya.

Untuk kesekian kalinya gue mengunjungi Menara kembar Petronas yang tersohor dengan KLCC nya. Sebenarnya ada sedikit keengganan untuk kembali ke tempat ini karena gue udah 2x mengunjunginya tapi karena ada rekan kami yang sama sekali belum pernah kemari maka kamipun menemaninya untuk melihat langsung kemegahan Menara Petronas ini. Kembali gue gagal untuk naik ke jembatan penghubung di lantai 42 menara pada kunjungan ke-3 ini karena malas untuk antri dan pasti kuota pengunjung hari itu sudah habis. Setelah foto-foto di seputaran halaman dan taman menara kembar, kami melanjutkan perjalanan ke Batu Caves. 

Untuk mencapai Batu Caves ini kami harus naik KTM (Kereta Tanah Melayu) yaitu kereta yang pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah dari Stasiun KL Sentral dan perjalanan ditempuh selama kurang lebih 45 menit. Kereta ini berhenti tepat di samping Batu Caves dan tinggal berjalan kaki untuk masuk ke dalamnya. Pengunjung tidak ditarik bayaran alias gratis untuk kunjungan ke Batu Caves.

Batu Caves merupakan tebing batu bukit kapur sepanjang 400M dengan tinggi 100M yang terletak di Distrik Gombak, 15 km di utara Kuala Lumpur dan merupakan salah tempat wisata yang cukup menarik di Kuala Lumpur. Ini terbukti dengan banyaknya pengunjung yang datang ke sana yang didominasi oleh etnis India karena terdapat Kuil Hindu di dalam Goa Batu Caves sehingga sekaligus dipakai sebagai tempat ibadah. Tebing batu ini ditemukan pada tahun 1892. Memasuki halaman utama dari Batu Caves kita akan disambut dengan sebuah patung raksasa Lord Murugan yaitu dewa dalam agama Hindu setinggi 42 M yang dibangun tahun 2006. Pembuatan patung ini memakan waktu selama 3 tahun dan merupakan patung Lord Murugan tertinggi di dunia.


Tepat di samping Gua utama Batu Caves terdapat sebuah kuil Hindu kecil dan memiliki ruangan besar semacam aula dan kebetulan pada saat kami datang aula tersebut dipakai sebagai tempat upacara pernikahan ala Hindu India. Namun sayang pada saat tiba, upacara tersebut telah selesai sehingga kami tidak sempat melihat prosesi pernikahan ala Hindu India dan kami hanya dapat menyaksikan pasangan pengantin yang sedang berfoto-foto ria.


Batu Caves memiliki 3 gua utama dan satu gua kecil. Untuk masuk ke gua utama yang besar kita harus naik dan menapak 272 anak tangga dan di kiri kanan anak tangga banyak berkeliaran monyet-monyet liar. Kita harus hati-hati dan ekstra waspada kalo tidak mau barang-barang kita dirampas atau direbut oleh sang monyet. Hm..lumayan ngos-ngosan juga mendaki 200-an anak tangga apalagi sebagian anak tangga ada yang licin karena terkena tetesan air dari atas goa sehingga kami harus ekstra hati-hati agar tidak terpeleset. Indah sekali pemandangan di dalam goa dan tebing batu tersebut yang katanya telah terbentuk sekitar 400 juta tahun yang lalu. Di dalam goa ini juga terdapat sebuah Kuil Hindu yang pada saat itu sedang dilakukan upacara ritual Hindu sehingga tak heran pengunjungnya sangat ramai. Batu Caves juga merupakan tempat yang dipakai setiap tahun pada acara  Thaipusam yaitu sebuah festival dalam agama Hindu yang menampilkan adegan-adegan ekstrem dan mengerikan.


Setelah puas berfoto-foto di dalam gua kami segera beranjak turun dan mencari restoran untuk makan siang. Ternyata restoran yang terdapat di Batu Caves didominasi oleh masakan India dan di semua tempat sangat penuh oleh pengunjung. Karena gue sendiri tidak suka masakan India maka kami langsung menuju Stasiun KL Sentral kembali dan akhirnya berlabuh di Food Hall Stasiun KL Sentral. Oh ya ada pengalaman lucu pada saat kami naik kereta dari Batu Caves menuju Stasiun KL Sentral. Karena berangkat dari stasiun awal, kereta tidak langsung berangkat karena akan berangkat sesuai dengan jadwal sehingga kereta masih dalam keadaan kosong dan kamipun bebas memilih tempat duduk sesuka hati kami. Baru saja siap berleyeh-leyeh di kereta yang sejuk itu, tiba-tiba ada seorang gadis Malaysia yang dengan logat Melayunya memberitahu kami bahwa gerbong yang kami naiki saat itu adalah gerbong yang diperuntukkan khusus buat wanita. Gubrak....kami langsung melongo dan tanpa berpikir panjang segera melompat keluar untuk pindah di gerbong sebelah. Sesaat sebelum masuk saya sempat membaca bahwa benar gerbong tersebut khusus untuk wanita. Kamipun ketawa ngakak ramai-ramai menertawakan kebodohan serta kepolosan kami saat itu.  

Sesampainya di food hall Stasiun KL Sentral kami berkeliling untuk memilih berbagai macam masakan yang dijual di situ. Pilihan makan siang jatuh kepada masakan Indonesia, karena kebetulan penjualnya orang Indonesia. Dengan konsep kita memilih sayur dan lauk yang kita inginkan seperti masakan rumahan, saya harus membayar sebesar RM 9.3 (sekitar 28rb) termasuk minum.

Langkah kaki selanjutnya membawa kami ke Daerah Kelana Jaya untuk mampir ke gerai IKEA yang katanya merupakan gerai terbesar di Asia Tenggara. IKEA sendiri merupakan gerai yang mirip dengan ACE Hardware (kalo di Indonesia) tapi jumlah item barangnya menurut gue lebih banyak dan lengkap di IKEA. IKEA sendiri pusatnya di Swedia. Ternyata benar, setelah kami tiba di IKEA yang diiringi dengan hujan yang super deras, gue mendapatkan gerai yang sangat luas  dan barang-barang yang dijual sangat banyak dan lengkap. Gue sendiri sempat bingung mengitari tempat tersebut dan beberapa kali kesasar hanya sekedar untuk mencari pintu keluar. Tak banyak barang yang kami beli di situ dengan pertimbangan akan repot untuk membawanya kembali ke Jakarta sedangkan kami tidak membeli bagasi di pesawat.


Setelah menunggu hujan reda maka kami kembali ke Bukit Bintang untuk kembali memburu makan malam. Kami memutuskan untuk menjelajahi Jalan Alor yang lokasinya sangat dekat dengan hostel tempat kami menginap yaitu hanya 5 menit berjalan kaki. Di sepanjang Jalan Alor di kiri kanan banyak restoran dan tempat makan yang tersedia dengan berbagai macam pilihan dan tentunya tempat ini sangat cocok bagi pecinta kuliner. Dan Chinese food kami tetapkan menjadi pilihan kami kembali malam itu dan saya sendiri memesan nasi goreng dengan harga RM 8.5 (sekitar Rp 26rb). Hm....cukup layak harga yang dibayarkan dengan cita rasa nasi goreng tersebut. Dan kembali chestnut menemani kami nongkrong setelah makan malam di teras hostel untuk meluruskan kaki yang telah seharian kami “bantai” sejak pagi. Sebelum tidur, tak lupa ritual menggosok sekujur kaki dengan salep counterpain telah menjadi habit kami setiap kali traveling hehehehe.

Hari 4 :

16 Mei 2011 Pagi itu kami melakukan check out dari hotel tetapi ransel kami titipkan di luggage storage hostel karena kami masih mempunyai beberapa agenda sebelum bertolak ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Segera kami meluncur ke Jln Ampang tempat Cocoa Boutique berada. Gerai Cocoa Boutique di Jalan Ampang ini sama dengan yang di Jalan Kemuning yang kami kunjungi di hari pertama. Namun karena kami tiba kepagian, gerai tersebut belum buka sehingga kami meluncur kembali ke Jalan Kemuning. Di Cocoa Boutique ini tersedia berbagai macam jenis coklat dengan aneka rasa. Setelah berkeliling di gerai coklat tersebut gue dan beberapa teman mengernyitkan dahi sebagai tanda bahwa harga coklat tersebut mahal-mahal sehingga tidak mengundang selera kami untuk membelinya hahahahha. Namun ada juga teman gue yang membeli coklat di situ walaupun tetap meninggalkan kesan harganya yang mahal.

Akhirnya kami berpindah ke Gerai Beryl’s yang letaknya tidak jauh dari Cocoa Boutique. Namun setali tiga uang karena harganya pun tidak jauh berbeda dengan di Cocoa Boutique. Akhirnya gue tidak berbelanja satu pun di kedua tempat tersebut. Namun rasa penasaran masih hinggap pada diri beberapa rekan gue yang belum berhasil mendapatkan coklat baik sebagai oleh-oleh maupun untuk dikonsumsi sendiri. Akhirnya sebelum ke bandara,  kembali kami mendatangi  Pasar Sentral karena di situ terdapat gerai yang terletak di lantai dasar yang menjual aneka jenis coklat. Kami sudah pernah mengunjungi gerai ini di bulan Februari silam saat kunjungan kami 1 hari di Kuala Lumpur dan harga coklat di gerai ini relatif lebih murah bila dibandingkan dengan Cocoa Boutique dan Beryl’s.

Teman-teman gue dengan kalapnya memborong coklat di situ dan gue sendiri hanya membeli beberapa saja untuk dikonsumsi sendiri dan sebagai oleh-oleh untuk teman-teman di Jakarta. Oh ya sebelum ritual belanja-belanja usai saya menyempatkan diri untuk mencoba fish spa yang terdapat di Pasar Sentral. Untuk mencoba fish spa tersebut saya harus membayar RM 5 (Rp 15rb) dengan durasi selama lebih kurang 15 menit. Awalnya gue  sempat ragu untuk menceburkan kaki di kolam yang berisi ratusan ekor ikan yang siap untuk “mematok” kaki kita untuk memakan sel-sel kulit kaki yang telah mati. Masalahnya ikan yang dipakai ukuran lebih besar dibandingkan dengan fish spa yang pernah gue lihat di Jakarta yang ukuran ikannya lebih kecil.


Akhirnya gue memantapkan diri untuk menceburkan kaki gue ke kolam tersebut, kontan ratusan ikan langsung menyerbu kaki gue dengan rakusnya dan gue berteriak spontan sangking kagetnya dan menjadi bahan tertawaan pemilik serta pengunjung yang lain.. Duh....malunya muka ini. Rasanya geli-geli kaki ini dikerubutin serta “dipatok” ratusan ekor ikan, namun lama-lama terbiasa juga dan gue pun menikmati therapy yang unik ini hehehe.

Saatnya kembali ke hostel untuk mengambil ransel dan tas yang kami titipkan di hostel tempat kami menginap dan dengan menggunakan taksi kami meluncur ke Stasiun KL Sentral dan membayar RM 15 (sekitar Rp 45rb) yang kami bagi rata 4 orang sehingga per orang dicharge RM 3.75 (sekitar Rp 11 rb). Di Stasiun KL Sentral kami sempatkan untuk makan siang terlebih dahulu di food hall dan untuk makan siang ini saya harus menggelontorkan RM 10.5 (sekitar Rp 31.500).  Dari KL Sentral kami langsung naik kereta yang menuju bandara dan kami tidak perlu untuk membeli tiket lagi karena telah membeli tiket pulang pergi saat kami tiba di KL 4 hari sebelumnya.

Kami masih mempunyai cukup waktu untuk berjalan-jalan di LCCT-KLIA sebelum waktu boarding. Dan tak ketinggalan kami juga masuk ke Duty Free Shop (DSF) area untuk melihat-lihat barang yang dijual. Akhirnya pukul 17.20 pesawat Air Asia yang kami tumpangi lepas landas menuju Jakarta dan meninggalkan sejumlah kenangan. Akankah gue kembali lagi ke KL untuk ke-4 kalinya? Ah entahlah....................

No comments:

Post a Comment