Saturday, July 14, 2012

AYUBOWAN SRI LANKA Part 2 : Terbius oleh Pesona Kandy






23 Mei 2012 Pukul 06.00 pagi gue sudah check out dari penginapan untuk melanjutkan perjalanan ke kota Kandy dengan menggunakan moda transportasi kereta api. Sengaja gue memilih kereta api untuk merasakan pengalaman naik kereta api di negara ini. Sebenarnya gue ingin menggunakan bis untuk mencapai Fort Station pada pagi itu dan malam sebelumnya sudah mendapat informasi dari petugas hotel nomor bis yang  melewati stasiun kereta api Fort.





Namun setelah menunggu beberapa saat bis yang ditunggu belum muncul juga akhirnya gue putuskan untuk naik tuktuk yang menggunakan argo karena khawatir akan tiba terlambat  di stasiun dan akan beresiko ketinggalan kereta. Tiba di Stasiun Fort pukul 06.40 dan argo tuktuk berhenti pada harga Rs 450 (Rp 33,750). Ketika gue menyerahkan selembar uang Rs 500 sopir tuktuk berkata tidak ada kembalian dan terpaksa gue merelakan untuk tidak menerima kembalian Rs 50. Ah alasan saja pikirku kepada sang sopir tuktuk yang memang tidak mau memberikan kembalian.


Stasiun kereta api Fort Colombo



Gue bergegas masuk ke peron stasiun dan menyaksikan pagi itu sudah ramai oleh penumpang kereta api yang akan berangkat ke berbagai jurusan di wilayah Sri Lanka. Setelah bertanya kepada petugas ternyata kereta tujuan Kandy berada pada Platform 2 dan gue diantar hingga ke gerbong sesuai dengan tiket yang telah gue beli sehari sebelumnya dengan harga Rs 360 (Rp 27,000) di kelas 1 yang juga disebut Observation Class karena menempati  kereta bagian paling depan.


Suasana Stasiun Colombo



Memasuki dalam kereta jangan dibayangkan kereta ini adalah kereta mewah namun kereta yang sangat sederhana. Walaupun dengan embel-embel kelas 1 namun kereta ini tidak terdapat pendingin udara alias AC namun hanya disediakan kipas angin. Kapasitas tempat duduk di kelas ini pun tidak banyak  yaitu  hanya sekitar 30 tempat duduk. Kebanyakan kereta di Sri Lanka tidak terdapat AC dan hanya menggunakan kipas angin saja kecuali untuk beberapa kereta dengan rute tertentu yang menggunakan AC dan harga tiketnya bisa mencapai hampir 3x lipat dari kereta biasa.


Kereta Kelas 1 Tanpa AC



Kereta berangkat tepat waktu pukul 7 pagi dan gue langsung mengeluarkan sarapan pagi berupa roti sandwich yang telah disiapkan oleh petugas hotel sebelum gue check out.  Yang unik dari kereta ini adalah sandaran tempat duduknya yang tidak bisa digeser ke depan atau ke belakang untuk menyesuaikan dengan arah laju kereta seperti layaknya kereta di Indonesia atau dimanapun. Alhasil selama 2.5 jam penumpang duduk dengan kondisi kereta berjalan mundur menuju Kandy. Hm....seperti  naik kereta-keretaan saja hehehe.


Suara lengkingan kereta membangunkanku dari tidur dan ternyata kereta telah tiba di kota Kandy pukul 09.35. Stasiun kereta Kandy tergolong kecil dan sangat sederhana dibandingkan dengan Stasiun Colombo. Di pintu keluar karcis penumpang diminta kembali oleh petugas seperti halnya di Jakarta. Namun gue pura-pura tidak tahu dan terus nyelonong saja keluar karena tiket tersebut akan gue simpan sebagai kenang-kenangan hehehehe.






Stasiun Kandy


Gue segera menghampiri tuktuk yang kebetulan sedang mangkal  di pinggir jalan. Tawar menawar pun berlangsung sengit dan akhirnya kami sepakat di harga Rs 200 (Rp 15rb) untuk mengantarkan gue ke tempat penginapan di Kandy City Mission yang berlokasi di 125, DS Sennanayake Veediya yang merupakan jalan utama di kota Kandy. Untuk kesekian kalinya gue dikira berasal dari Jepang (hadeuuhh) oleh sopir tuktuk dan tak lupa beliau juga menawarkan gue untuk melakukan city tour di Kota Kandy dengan tuktuknya yang gue tolak dengan halus.



Kandy City Mission ini merupakan  penginapan sederhana milik yayasan Kristen. Untuk melakukan pemesanan kamar di penginapan ini cukup dilakukan melalui komunikasi via email dengan pengurusnya tanpa adanya uang muka atau jaminan. Harga kamar di penginapan di sini Rs 900 (Rp 67,500) berupa kamar private dengan 2 tempat tidur, kamar mandi dalam  dan dilengkapi dengan kipas angin dan letaknya di lantai 3. Kamarnya sendiri cukup bersih dan untuk kenyamanan tergantung bagaimana kita menilainya dengan membandingkan harga yang dibayar hehehe.


Tampak Depan Penginapan

Penampalan Kamar



Kota Kandy terletak di Sri Lanka bagian Tengah dan merupakan bekas ibukota kerajaan terakhir di Sri Lanka. Kota ini sedikit lebih kecil dari Colombo namun denyut nadi kota dengan segala aktivitasnya sangat terasa di sini. Entah mengapa sejak tiba di Stasiun Kandy dan memasuki kota, gue langsung suka dan jatuh cinta dengan kota ini. Gue sendiri tidak tahu spirit apa yang dihembuskan oleh kota ini sehingga membuat gue terpikat. Sebuah kota yang bersahaja.



Setelah meletakkan ransel di kamar gue langsung menjelajahi Kota Kandy. Tempat penginapan gue letaknya di pusat kota dan sangat strategis. Karena kotanya tidak terlalu besar sehingga memungkinkan gue untuk menjelajahinya dengan berjalan kaki. Namun karena landskap kotanya yang naik turun  membuat gue cepat merasa lelah.






Wajah Kota Kandy



Hanya berjarak lebih kurang 100 M dari penginapan, gue tiba di Kandy Lake yang merupakan danau buatan yang dibangun sejak 1807. Danau ini terletak di pusat kota Kandy dan mengingatkanku pada Hoan Kiem Lake di Hanoi, Vietnam. Namun dari segi ukuran, Hoan Kiem Lake lebih besar dari Kandy Lake. Di sekitar danau inilah  warga Kandy datang berkumpul untuk melepaskan penat dan bersantai. 


Di Depan Kandy Lake



Tepat di samping Kandy Lake terdapat Sacred Temple of The Tooth Relic (Sri Dalada Maligawa – dalam bahasa Sinhala). Kuil ini dinyatakan sebagai World Heritage Site oleh UNESCO tahun 1988. Sengaja gue tidak masuk dulu ke kuil ini karena gue berencana akan kembali lagi ke kuil ini sore nanti pukul 6 karena tepat pukul 6.30 setiap hari akan ada upacara ritual di dalam kuil dan gue tidak mau melewatkan moment ini.



Sejenak gue bersantai di tepi danau sambil sesekali meminta bantuan warga yang kebetulan melintas  untuk mengambil foto buat gue. Gini nih resiko kalau melakukan solo traveling saat mau sedikit narsis terpaksa memohon belas kasihan dari orang, namun gue menganggap itu bagian dari seni  melakukan solo traveling.



Gue mampir sebentar ke kantor Sri Lanka Telecom di Jalan Dalada Veediya untuk menanyakan perihal layanan blacberry gue yang belum berfungsi. Setelah berkonsultasi dengan petugas Customer Service dan blackberry gue dicek, tetap tidak dapat berfungsi juga. Ah...ya sudahlah terima saja nasib blackberry  tidak bisa berfungsi di sana.



Setelah bertanya-tanya kepada warga lokal, akhirnya gue sampai di terminal Kandy yang ternyata jaraknya sangat dekat dari kantor Sri Lanka Telecom. Terminal ini ditandai dengan sebuah tugu yang terdapat jam pada bagian atasnya di tengah kota yang merupakan jantung kota Kandy. Tujuan gue kali ini yaitu Royal Botanical Garden (RBG) yang terletak di daerah Peradeniya berjarak sekitar 5 KM dari pusat kota yang ditempuh sekitar 20 menit. Tarif bus menuju ke sana sebesar Rs 16 (Rp 1,200).


Clock Tower



Royal Botanical Garden ini mirip dengan Kebun Raya Bogor (KRB) namun dengan harga tiket masuk sebesar Rs 1,100 (Rp 82,500) tergolong mahal bila dibandingkan dengan Kebun Raya Bogor yang hanya berkisar Rp 10,000. Memang harga tiket masuk ke berbagai objek wisata di Sri Lanka buat turis asing tergolong (sangat) mahal apalagi untuk ukuran turis backpacker seperti gue hehehehe.





RBG didirikan sekitar tahun 1750, bandingkan dengan KRB yang didirikan tahun 1817 usia RBG lebih tua. Namun KRB ukurannya jauh lebih luas yaitu  87 ha sedangkan RBG luasnya “hanya” 59 ha. RBG memiliki koleksi sekitar 4,000 species dari seluruh dunia. (sumber : wikipedia).



Memasuki pelataran utama garden gue melihat rombongan turis bule sedang mendapat penjelasan tentang sebatang pohon dari pemandunya. Setelah gue lihat pohon apa yang sedang diceritakan ternyata pohon nangka dengan buahnya yg tergantung di pohon! Gue berkata dalam hati ah..... pohon beginian juga banyak di negara gue hehehe.





Pandangan mata gue tertuju pada sebuah rumah dengan warna kontras merah dan segera gue masuk ke dalamnya. Rumah dengan plang Plant House ini ternyata berisi koleksi tanaman yang dikembangkan dengan teknik rumah kaca.



Di tengah perjalanan mengelilingi garden gue bertemu dengan 3 orang mahasiswa asal Colombo yang dengan ramah menyapa sehingga gue sempatkan mengobrol sejenak dengan mereka. Ternyata mereka semua adalah mahasiswa fakultas kedokteran di Colombo yang sedang berlibur ke RBG. Setelah bertanya asal negara gue, dengan antusias mereka bertiga “menginterview” gue. Macam-macam pertanyaan yang mereka ajukan termasuk kekaguman mereka kok bisa gue traveling sendirian dan sampai di negara mereka.



Orchid House juga menarik perhatian gue. Sebuah rumah dengan warna merah yang berisi berbagai koleksi anggrek sebanyak 300 species dari seluruh dunia. Sungguh teduh mata memandang ratusan anggrek berwarna warni dengan berbagai bentuk.


Orchid House



Di salah satu sudut taman terdapat beberapa koleksi pohon (lupa namanya) yang khusus ditanam oleh keluarga Kerajaan Inggris. Oh ya RBG ini juga dijadikan sebagai lokasi favorit untuk melakukan foto pre-wedding bagi pasangan yang menikah. Ketika gue datang terdapat 2 pasang calon pengantin yang sedang melakukan kegiatan pengambilan foto.



Tak terasa kaki lumayan lelah mengelilingi taman yang begitu luas ini sehingga memaksa gue beristirahat sejenak sembari menikmati teduhnya pohon-pohon raksasa yang usianya ada yang mencapai ratusan tahun.





Setelah puas mengelilingi RBG gue kembali ke Clock Tower untuk melanjutkan perjalanan ke Bahiravakanda Budha Statue di Kandy Top Hill. Sebelumnya gue mampir ke salah satu kantin yang menjual makanan dan minuman. Ketika gue masuk sebagian besar pengunjung menatap gue dan menjadi pusat perhatian. Gue ke situ hanya ingin membeli minuman dan sang pelayanpun dengan sigap melayani gue dan tak lupa menanyakan asal negara gue. Ketika gue sampaikan berasal dari Indonesia tampak mereka begitu antusias dan bertanya ini itu.



Tidak terdapat bis yang menuju atau melewati Budha Statue ini karena jalannya sangat sempit dan menanjak menuju dataran tinggi atau sebuah bukit di Kota Kandy. Sepertinya tidak ada pilihan buat gue harus naik tuktuk. Seperti biasa sopir tuktuk membuka dengan harga selangit saat menawarkan harga namun gue tak kalah sengit menawar. Akhirnya disepakati di harga RS 300 (Rp 22,500) pulang pergi dan sopir tuktuk akan menunggu gue sampai gue selesai menjelajah.



Perjalanan menuju puncak bukit ditempuh hanya dalam waktu 15 menit. Untuk menuju pintu masuk dan membeli tiket kita harus naik melalui anak tangga tersedia.  Setelah membayar tiket masuk seharga Rs 200 (Rp 15,000) gue segera masuk ke halaman kuil. Namun sayang pada saat gue tiba sedang ada kegiatan renovasi atas patung Budha raksasa tersebut.


Patung Budha yang Sedang Direnovasi



Patung Budha raksasa ini dibuat pada tahun 1972 dan berada di ketinggian sebuah bukit 260M dan ketinggian patungnya sendiri  mencapai 27M sehingga tidak heran patung ini dapat terlihat dari seluruh penjuru kota Kandy dan menjadi landmark bagi kota Kandy.


Hamparan keindahan kota Kandy dengan pemandangan Sungai Mahaveli yang merupakan sungai terpanjang di Sri Lanka mengalir membelah kota Kandy dapat kita nikmati dari ketinggian kuil.



Kota Kandy dari Ketinggian


Menjelang sore gue segera turun untuk menuju Sacred Temple of the Tooth Relic yang telah gue lewati siang tadi.  Menjelang tiba di kuil, gue didekatin oleh seorang supir tuktuk yang menawarkan jasa tuktuk. Gue telah memberi isyarat menolak tawarannya namun sang sopir tetap saja menawarkan jasanya. Dan gue katakan bahwa gue ingin kembali ke tempat penginapan yang jaraknya sudah dekat, namun gue tetap diikuti kemanapun gue melangkah. Gue berusaha menghindari dengan menyeberang jalan, sang sopir tuktuk tak kalah gigih  mengikuti gue menyeberang  jalan sembari terus berteriak. Gue merasa sangat terganggu dengan sopir tuktuk ini yang terus mengejar gue akhirnya dengan terburu-buru gue putuskan untuk masuk ke dalam sebuah warnet. Berakhir sudah pengejaran diriku oleh sang sopir tuktuk yang sempat membuat gue panik.



Sembari menunggu jam 6 sore gue on line di warnet yang tarif per jamnya Rs 120 (Rp 9,000). Menjelang pukul 6 gue segera beranjak menuju kuil untuk mengejar upacara ritual yang akan digelar pukul 6.30 sore di kuil tersebut.  Sesampainya di gerbang kuil untuk pemeriksaan oleh petugas security yang pintu masuknya dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, gue dicegat dan sang petugas dengan memasang muka galak menyatakan gue  tidak diperkenankan untuk masuk.



Gue kaget dan bertanya kepada petugas alasan gue tidak diperkenankan untuk masuk. Petugas menjawab karena gue mengenakan celana pendek. Aturan yang berlaku di Sri Lanka pengunjung tidak diperkenankan untuk memakai celana pendek jika ingin masuk ke dalam kuil. Seketika gue langsung lemes, masa jauh-jauh datang dan sudah tiba di depan mata tidak diperkenankan untuk masuk ke tempat yang sangat terkenal dan sakral ini. Apalagi setelah melakukan riset dan membaca literatur tentang objek wisata ini di internet memang tidak menyebutkan secara spesifik  tentang  larangan ini sehingga gue merasa fine saja.



Hm....gue tidak kehabisan akal dan gue berusaha menjelaskan kepada petugas sembari memohon kalau gue datang jauh-jauh ke Sri Lanka dan khususnya ke kota Kandy ingin melihat kuil ini. Petugaspun bertanya asal negara gue dan ketika gue jawab berasal dari Indonesia, pandangan mata sang petugas menyapu diri gue untuk sesaat dan gue pun memasang muka memelas di hadapan petugas tersebut. Akhirnya petugas tersebut menghampiri dan celana gue pun berusaha ditarik-tarik agar menutupi sebatas lutut. Tanpa disangka gue akhirnya diperkenankan  masuk oleh petugas tersebut. Yesss....! akhirnya berhasil taktik gue dan setelah mengucapkan terima kasih gue segera masuk ke halaman kuil yang begitu luas.



Di halaman kuil terdapat patung Hon D.S Senanayake sama halnya seperti yang terdapat di Independence Memorial Hall  Colombo  yang merupakan perdana menteri pertama sekaligus founding fathernya negara Sri Lanka. Rupanya DS Senanayake ini sangat dihormati sehingga kita dapat menjumpai patung beliau di hampir di setiap kota di Sri Lanka.





Harga tiket masuk kuil  Rs 1,000 (Rp 75,000) dan setelah menerima tiket masuk kita juga menerima DVD kecil yang berisikan informasi tentang kuil ini yang tersedia dalam beberapa bahasa. Sebelum masuk kuil kita harus melepaskan semua alas kaki yang dipergunakan dan dititipkan di tempat penitipan sandal/sepatu.



Sacred temple of the Tooth Relic merupakan kuil terbesar di Kandy. Kuil ini menyimpan sejarah panjang yang menyertai kota Kandy yang merupakan ibu kota kerajaan terakhir di Sri Lanka. Kuil ini berlokasi di dalam kompleks istana kerajaan dan di dalamnya tersimpan relik gigi Sang Budha dan dinyatakan sebagai UNESCO World Heritage Site pada tahun 1988. Sejak dulu relik ini memainlan peran penting dalam politik lokal karena dipercaya siapapun yang menyimpan relik ini yang akan memegang pemerintahan negara (sumber : wikipedia).


Halaman Kuil



Tepat pukul 06.30 upacara ritual yang dinamakan Thewava dimulai. Upacara ini dilaksanakan 3x sehari yaitu pada pukul 5.30 dan 9.30 pagi serta 6.30 sore. Ditandai dengan bunyi alat musik tabuh dan tiup yang dimainkan oleh 6 orang upacara ini dimulai. Dua biksu dan tiga orang prajurit memasuki lokasi kuil dengan membawa jubah, api, bel, peti kayu cendana, kapur barus, sikat gigi, handuk, baki dan keranjang bunga. Semua peralatan tersebut merupakan simbolis yang memperhatikan kebutuhan sang Budha dan dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan di lantai satu yang kuncinya dipegang oleh seorang biksu. Tidak semua dan sembarang orang yang boleh masuk ke dalam ruangan ini, hanya beberapa orang yang ditunjuk saja yang boleh masuk.


Upacara Ritual Thewava



Sementara upacara ritual berlangsung di lantai bawah, di lantai 2 antrian untuk melihat relik gigi Sang Budha pun dimulai. Sesuai dengan namanya, kuil ini menyimpan relik gigi Sang Budha yang disimpan selama berabad-abad. Relik gigi ini diletakkan pada sebuah mahkota emas bertahtakan berlian dan ditempatkan pada sebuah ruang kaca pada ruangan khusus tertutup  yang disucikan yang diberi tirai. Setiap hari selama 3 kali tirai ruangan kaca ini dibuka untuk memberi kesempatan kepada umat Budha dan turis asing untuk melihat mahkota relik tersebut (giginya sendiri tidak kelihatan karena mungkin ukurannya yang terlalu kecil).


Antri untuk Melihat Relik Budha



Seperti halnya di Mausoleum Ho Chi Minh di Hanoi saat warga dan turis asing yang ingin melihat jasad Paman Ho yang terbaring setelah dibalsam, untuk melihat relik suci inipun umat Budha dan turis asing harus mengambil posisi antrian satu jalur dan tidak boleh berhenti harus berjalan terus untuk sejenak memandang relik suci dari jarak sekitar 10M. Setelah memandang relik suci biasanya umat Budha melantunkan doa dan puja puji sembari mempersembahkan bunga kepada Sang Budha. Pengurus kuil menyediakan waktu 30 menit untuk memberi kesempatan pada warga serta turis untuk melihat relik suci ini. Tepat pukul 7 malam tiraipun ditutup.  

 

Sekitar jam 7an gue mengakhiri kegiatan di kuil ini dan bergegas mencari makan malam di sekitar kuil.  Akhirnya gue terdampar di restoran Queens Hotel yang letaknya persis di seberang kuil. Selesai makan gue beranjak menuju sebuah bank lokal  Commercial Bank of Ceylon yang letaknya tidak begitu jauh dari restoran untuk menarik uang tunai melalui ATM.  Di tengah perjalanan gue disapa oleh seorang pemuda warga lokal yang mengajak mengobrol. Eh...ujung-ujungnya dia meminta gue mengajak dia untuk mampir ke bar untuk sekedar minum bir. Wah gue menangkap sinyal yang tidak beres, masa baru kenal sudah meminta ditraktir pula. Untung gue sudah tiba di bank yang gue tuju dan buru-buru gue masuk untuk menarik uang tunai di ATM.


Astaga...setelah gue keluar dari bank, pemuda tersebut masih ada dan masih berusaha untuk minta traktir gue. Deg-degan juga perasaan hati ini, apalagi gue baru saja menarik uang tunai dari ATM. Pikiran negatif dan cemas seketika menghinggapi diri gue. Gue berusaha untuk tenang dan menjelaskan kepadanya bahwa gue ingin segera pulang ke penginapan untuk beristirahat. Untung pemuda tersebut tidak memaksa dan selamatlah gue. Huuffttt...

Jam baru menunjukkan pukul 8 malam tapi gue sangat heran tepatnya kaget karena jalanan sudah sangat sepi, toko-toko sudah tutup, bus sudah jarang dan di beberapa ruas jalan gelap karena tidak ada lampu penerang jalan.  Suasana kota Kandy mirip seperti kota mati karena begitu mencekam di malam hari. Buru-buru gue mempercepat langkah  ingin segera tiba di tempat penginapan tapi kok nggak nyampe-nyampe yah. Padahal sebelumnya gue sudah mengingat beberapa clue yang menuju tempat penginapan. Apalagi di Kandy semua toko atau tempat penginapan jarang yang memasang neon sign  sehingga gue makin bingung menemukan tempat penginapan gue. 


Akhirnya gue bertanya kepada warga yang kebetulan melintas dan ternyata lokasi penginapan itu hanya berjarak 10 M di depan gue. Tapi setelah gue tiba, kok pintu penginapan tertutup rapat dan gue harus masuk dari mana? Sontak gue panik kembali dan berkeringat dingin. Duh gue bingung untuk menemukan pintu masuk apalagi situasi di depan penginapan benar-benar telah sepi dan sangat gelap layaknya pukul 12 malam di Jakarta. Kembali gue bertanya kepada seorang bapak yang kebetulan lewat dan setelah sama-sama celingak celinguk beliau menunjukkan pintu samping untuk masuk menuju penginapan. Ah sangking paniknya gue tidak melihat ada pintu samping ternyata.

Begitu masuk ke dalam penginapan gue menceritakan pengalaman mencekam gue tersebut kepada petugas resepsionis dan buru-buru beliau meminta maaf karena lupa memberitahukan ke gue sedari awal. Dan gue baru sadar kalau gue membutuhkan air mineral buat malam itu dan keesokan harinya. Celakanya persediaan air mineral di tempat penginapan sudah habis dan mini market di samping penginapanpun sudah tutup. Kemana lagi gue harus mencari air mineral di malam yang sepi itu di saat semua toko sudah tutup?

Akhirnya dengan ditemani seorang staf di penginapan, gue menuju ke minimarket yang berjarak sekitar 100M dengan harapan masih buka. Setibanya di  minimarket tersebut bersiap-siap untuk tutup dan gue memohon setengah memelas untuk dilayani kebutuhan akan air mineral. Namun petugas minimarket dengan tegas menolak untuk melayani gue sembari memasang gembok terakhir di pintu dan menguncinya. Ah sial....dengan lemas dan langkah gontai gue kembali ke penginapan sambil berpikir alangkah ajaibnya kota ini dan membayangkan gue akan menderita kehausan malam itu hingga keesokan pagi.

Ya sudahlah dengan pasrah gue menerima keadaan tersebut yang merupakan pengalaman berkesan selama di Kandy. Saat mandi gue mendengar suara pintu kamar gue diketuk oleh seseorang dan setelah selesai mandi buru-buru gue membuka pintu kamar. Di hadapan gue berdiri staf penginapan yang tadi menemani gue mencari air mineral. Gue melihat di genggaman tangannya sebotol air mineral ukuran besar yang langsung disodorkan ke gue. Astaga.... laksana sebuah mujizat menemukan oase di tengah padang pasir akhirnya gue mendapatkan air mineral tersebut. Dengan terburu-buru gue menerima air mineral tersebut sembari mengucapkan terima kasih dan gue tidak bertanya-tanya lagi dari mana dia mendapatkan air mineral tersebut karena gue sudah keburu senang. Dan gue berjanji akan membayarnya keesokan pagi saat check out dari penginapan.

Malam itu gue kembali berkemas-kemas karena besok pagi akan check out dari penginapan  untuk pindah ke kota lain yaitu : Dambulla dan Sigiriya. Ah kebayang rasa sedih bakal mengiringi saat meninggalkan Kandy karena gue terlanjur jatuh cinta dengan kota ini walaupun hanya tinggal selama 24 jam.

Bersambung..............

2 comments:

  1. aahhh, kamu ternyata ke Kandy juga :) Eh, tp adam's foot itu apa sih berarti... mas ga kesana ya... btw, kok rada serem baca pengalamanmu di kejar2 supir tuktuk ama dimintain traktiran ama org lokal... aku ama temen cewe, rencana pgn ke Kolombo Desember ini, tp jd ragu skrg ;p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Adam's peak letaknya bukan di Kandy tapi beda kota dan saya tidak ke sana. Jangan khawatir, Colombo dan Sri Lanka pada umumnya aman kok termasuk buat cewek namun tetap harus waspada juga kemanapun kita traveling. Instingnya harus jalan :)

      Delete