Taal Lake and Volcano |
Sarapan pagi baru
saja gue selesaikan. Satu set sarapan
pagi berupa roti, telur, buah-buahan dan teh hangat sudah cukup untuk mengisi
perut gue pagi itu. Kondisi mata masih setengah mengantuk ketika gue melangkah
keluar hostel. Dan hujan gerimis di
pagi itu ketika gue memberhentikan taksi untuk minta diantarkan ke Coastal Terminal. Jalanan kota Manila
masih sepi di pagi hari Minggu tanggal 15 September 2013. Mungkin sebagian
warga Manila masih terlelap tidur apalagi kondisi cuaca di luar sangat
mendukung untuk tidak segera beranjak dari tempat tidur.
Hanya 20 menit waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai Coastal
Terminal yang pagi itu suasananya justru sangat ramai. Coastal Terminal sendiri merupakan terminal bis yang melayani rute
atau jalur ke selatan seperti ke Tagaytay, Batangas, dll. Hari itu gue akan
menuju kota Tagaytay di Provinsi Cavite yang
ditempuh sekitar 2 jam perjalanan dari kota Manila.
Coastal Terminal |
Pandangan mata gue
menyapu segenap penjuru terminal. Setiap platform
gue pelototi satu persatu untuk mencari bus jurusan Tagaytay. Aah....ternyata
tidak sulit untuk menemukannya. Dengan sedikit lari-lari kecil gue menghampiri
Bus San Agustin yang sedang ngetem di jalur menuju Tagaytay. Setelah
memastikan dengan bertanya kepada sopir gue memantapkan diri untuk segera naik.
Sebenarnya tujuan akhir bus adalah ke Nusugbu namun melewati Tagaytay dan rutenya
tertulis di kaca depan bus.
Bus sudah terisi
sekitar 80% penumpang dan gue mengambil duduk di posisi tengah di pinggir gang.
Tanpa menunggu terlalu lama bus segera berangkat dengan kondisi bus nyaris
terisi penuh. Setelah melaju beberapa saat, kenek bus mulai bekerja menghampiri
setiap penumpang. Gue pikir sang kenek akan memungut biaya perjalanan. Ternyata
sang sopir tidak langsung memungut biaya melainkan menanyakan terlebih dahulu
tujuan/rute kepada setiap penumpang.
Gue baru tahu
ternyata penentuan tarifnya berdasarkan jarak jauh/dekat yang akan ditempuh
setiap penumpang. Setelah kita memberi tahu tujuan kepada sang kenek maka kita
akan diberi sepotong karcis yang di dalam karcis tersebut berisikan angka-angka
satuan, puluhan dan ratusan dan angka tersebut dilobangi oleh sang kenek. Angka
yang dilobangi itu adalah tarif yang harus dibayar oleh penumpang. Jurusan
Tagaytay dilobangi pada angka 70 di baris pertama dan di angka 9 di baris
ketiga berarti gue harus membayar sebesar PHP 79 (sekitar Rp 20,500).
Tiket Bus |
Bus melaju dengan
kecepatan sedang melintas di Aguinaldo
Highway dan di beberapa titik mengambil penumpang. Sama halnya di Jakarta
jika tidak ada lagi kursi kosong maka penumpang terpaksa harus berdiri dan sang
sopir terus memaksakan hingga kapasitas bus penuh.
Dua jam berlalu dan
sebelumnya gue telah berpesan kepada sang kenek kalau gue akan turun di Olivarez Square yaitu jalan utama yang
merupakan jalur masuk ke kota
Tagaytay. Rata-rata penumpang yang akan
ke Tagaytay turun di jalan ini karena Tagaytay sendiri tidak memiliki terminal
bus.
Olivarez Square |
Turun dari bus,
penumpang diserbu oleh tawaran dari travel
agent dan supir tricycle berupa paket tur ke Taal Lake di mana terdapat gugusan volcano di tengah danau yang merupakan
objek wisata utama di Tagaytay. Gue sendiri memilih melipir ke gerai 7 Eleven
untuk beristirahat sejenak sambil melepaskan dahaga.
Kota Tagaytay yang
terletak di provinsi Cavite merupakan tujuan liburan populer bagi warga Manila
dan juga turis asing. Kota ini terletak di dataran tinggi dengan suhu rata-rata
200-250 sehingga tidak heran kota ini sangat sejuk mirip
dengan suasana Puncak di Jawa Barat.
Sebenarnya tujuan
gue kemari hanya untuk menikmati Taal
Lake dari ketinggian sambil menikmati makan siang di restoran yang berderet
di tepi danau. Beberapa hotel juga terlihat berderet menyesaki tepian tebing
menghadap danau. Beberapa diantaranya memasang spanduk promo diskon harga kamar
sebesar 50% di musim hujan.
Keinginan untuk
turun ke danau dan menyeberang ke gunung di tengah danau sepertinya harus gue
redam karena setelah membaca di internet harga paket tersebut sangat mahal
rata-rata menawarkan harga di atas PHP 3,500 ( di atas Rp 800,000).
Di sebelah kiri
bundaran kota Tagaytay terdapat sebuah anjungan dimana kita dapat menyaksikan
keindahan Taal Lake dengan volcanonya dari kejauhan. Sedang asyik
menikmati keindahan danau, hujan deras mengguyur dan perlahan danau tertutup
kabut. Cukup lama gue harus berteduh dan menunggu sampai hujan reda.
Anjungan |
Sembari menunggu
hujan reda gue bertanya kepada seorang bapak polisi yang juga sedang berteduh
di situ harga paket menuju danau beserta volcano.
Beliau tidak tahu pasti harganya dan menyarankan gue untuk menanyakan langsung
kepada sopir tricycle yang banyak
menawarkan jasa dipinggir jalan. Namun yang pasti harganya di atas PHP 3,000.
Hm... ternyata benar harga yang ditawarkan di internet pun tidak jauh berbeda
di kisaran harga tersebut dan semakin memantapkan gue untuk tidak ke sana
apalagi di saat cuaca hujan seperti ini, sangat tidak layak dengan harga yang
dibayarkan.
******
Gue menyetop jeepney yang kebetulan sedang melintas
untuk menuju tempat makan siang di pinggir danau. Tidak banyak penumpang saat
itu dan gue mengambil posisi duduk di dekat sopir agar bisa ngobrol-ngobrol dengan sang sopir.
Dan seperti bisa diduga gue disangka pinoy
sebelum gue berbicara dalam bahasa Inggris.
Nampang di Dalam Jeepney :) |
Ongkos Jeepney sangat murah hanya PHP 8 (Rp
2rb) dan gue berhenti di dereta restoran sepanjang jalan di tepi Taal Lake. Nah masalahnya restoran mana
yang harus gue masuki? Beberapa teman yang sudah pernah kemari saat gue tanya
semuanya lupa nama restoran yang direkomendasikan. Baru berjalan beberapa
langkah kembali air ditumpahkan dari langit dengan sangat deras dan untung di
dekat situ terdapat halte bis dan dengan lari-lari tampan terpaksa gue
menuju ke halte bis tersebut untuk
berteduh. Cuaca memang sedang tidak bersahabat. Tapi apa mau dikata gue nikmati
saja perjalanan ini.
Sembari menunggu
hujan reda gue mencari rekomendasi restoran via Trip Advisor dan menemukan restoran RSM Lutong Bahay. Tidak sulit
untuk menemukan lokasi restoran ini karena dekat dengan halte bis tempat gue
berteduh.
RSM Lutong Bahay |
Memasuki halaman
restoran membuat hati gue ciut. Apalagi saat tiba di depan gedung restoran
membuat hati gue gentar hahahaha. Pikiran langsung tertuju pada urusan kantong.
Tapi sudah kepalang tanggung kaki sudah melangkah masuk. Seorang staf restoran
menyambut kedatangan gue di pintu masuk dan gue langsung request tempat duduk di galery
pinggir danau. Gue tidak yakin bisa mendapat tempat di bagian favorit tersebut
apalagi di saat puncak jam makan siang.
Gedung Restoran RSM Lutong Bahay |
Dan terbukti semua
tempat mulai dari galery pinggir
danau sampai tempat biasa pun penuh sesak oleh pengunjung padahal kapasitas
restoran ini sangat besar. Tak salah memang Trip
Advisor memberikan rekomendasi atas restoran ini.
Akhirnya gue
mendapat tempat di salah satu pondok persis di depan galery yang menghadap danau. Gue pikir lumayanlah walaupun tidak di
tepi danau persis. Namun keberuntungan datang ketika pengunjung di salah satu galery tepi danau sudah selesai dan
pergi. Gue langsung request kepada
pelayan untuk pindah ke tempat strategis tersebut.
Gallery Tepi Danau |
Kening gue
mengernyit saat melihat harga-harga di buku menu. Porsi yang tersedia rata-rata
ukuran besar untuk beberapa orang dan sudah pasti berpengaruh kepada harga.
Sudah terbayang jumlah Peso yang bakal gue gelontorkan dari dompet.
Pilihan menu jatuh
kepada Karekare Bangus Bely, Adobo Kangkong Garlic dan Halo-halo Ice. Sembari menunggu pesanan datang saat yang
tepat untuk menikmati view danau
beserta volcanonya. Namun sayang
pemandangan saat itu tidak maksimal karena masih agak berkabut setelah hujan.
Cukup lama gue
menunggu pesanan datang karena pengunjung memang sangat ramai saat itu. Belum
juga pesanan gue datang, hujan kembali memperlihatkan aksinya dan kali ini
disertai dengan angin sehingga air hujan menerpa tempat duduk gue. Duh...
memang makan siang kali ini penuh dengan drama. Mau gak mau terpaksa gue
dipindahkan kembali dan kali ini terpaksa gue harus masuk ke dalam gedung
restoran.
Pesanan pun akhirnya
datang dan membuat gue ternganga adalah porsinya yang segede gajah dan gue
harus berjuang untuk menghabiskannya sendirian. Baik...tak masalah gue nikmati
saja.
Karekare Bangus Bely berisikan ikan (sepertinya kakap) yang dimasak santan+bumbu kacang
dilengkapi dengan sayur kacang panjang dan terong. Karekare ini dimakan bersama dengan bumbu sambal (gue gak tahu
persis namanya) yang disajikan terpisah.
Adobo Kangkong Garlic ternyata sayur kangkung seperti halnya kangkung di
Indonesia hanya ukuran kangkung di sini besar-besar. Dilengkapi dengan toping
jamur kancing dan ditumis dengan bawang putih membuat sayur kangkung ini terasa
garing saat disantap. Semangkuk kuah sup sayuran yang segar disajikan berupa compliment.
Penampakan Makan Siang itu |
Sepertinya saat yang
tidak tepat di saat hujan, menutup hidangan dengan Halo-halo Ice. Karena penasaran dan diingatkan seorang teman
sebelum gue berangkat ke Filiphina, gue memesan es ini. Ternyata wujudnya
seperti es campur namun isinya lebih rame dan bervariasi dan jarang gue temui
isi seperti ini di Indonesia. Ternyata
es ini memang enak!
Es Halo-Halo |
Saatnya untuk
membayar dan gue merasa deg-degan. Ketika tagihan disodorkan, jreng....jreng
...berapakah yang harus gue bayar? PHP 800.63 “saja” pemirsa J (sekitar Rp 208rb). Harga yang fantastis dan rekor
harga yang gue bayar untuk makan sendirian. Namun gue nikmati saja karena memang
makanannya sudah masuk perut dan ini menjadi bagian dari cerita perjalanan gue.
Miris Melihat Tagihan Ini... |
Gue berjalan gontai
keluar restoran dengan berbagai perasaan yang bercampur aduk. Ternyata....makan
siang di Tagaytay memang penuh drama. Hujan kembali tercurah mengiringi gue
kembali ke Manila sore itu.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete