Jari jemari gue
memencet mesin self check-in maskapai
Cebu Pacific Airlines pagi itu. Dalam
hitungan detik secarik boarding pass
untuk penerbangan ke Puerto Princesa tanggal 16
September 2013 keluar dari mesin dan sudah berpindah ke tangan gue.
Singkat, cepat dan efisien. Dan dalam hitungan menit gue sudah berada di gerai
restoran cepat saji Jollibee di
lantai 2 Bandara Internasional Ninoy Aquino untuk menikmati sarapan pagi sambil
menunggu boarding.
Self Check-in Cebu Pacific Air |
Sementara gerimis masih
membasahi landas pacu bandara. Sambil menunggu boarding gue berdoa semoga tidak ada hambatan cuaca saat gue
terbang nanti. Lima belas menit sebelum boarding
terdengar pengumuman dari pengeras suara kalau ruang tunggu untuk boarding dipindahkan. Aah..mengapa harus
mepet begini sih waktunya mengumumkan pindah ruang tunggu?
Akhirnya pesawat
mendarat dengan mulus di bandara Puerto Princesa pukul 10.00 pagi di tengah
udara yang sangat panas. Gue bergegas menuju pintu keluar bandara untuk
mencegat tricycle di pinggir jalan.
Sengaja gue tidak mengambil tricycle dari dalam bandara karena
petugas hotel tempat gue bakal menginap di Puerto Princesa telah berpesan lebih
baik mencegat di pinggir jalan karena tarifnya bisa lebih murah 1/3 dibanding kalau mengambil dari dalam bandara.
Baiklah....demi tarif murah gue amin-kan pesan petugas hotel tersebut.
Bandara Puerto Princesa |
Jarak dari bandara
menuju Hotel Circon ditempuh hanya dalam waktu 20 menit dengan tarif tricycle sebesar PHP 50 saja (Rp
13rb). Kota Puerto Princesa merupakan kota
terbesar di Pulau Palawan namun dari segi ukuran kota ini sangat kecil sehingga
memberi keuntungan karena kalau mau kemana-mana jaraknya dekat.
Selesai check-in di Hotel Circon gue langsung
mengurus permit untuk paket tur lokal
ke Puerto Princesa Underground River
(PPUR) keesokan harinya. Untuk mengunjungi PPUR ini diperlukan ijin khusus yang
harus diurus. Dengan ditemani staf
dari travel agent hotel gue diantar menuju City Coliseum yang merupakan kantor tempat mengurus ijin ke PPUR. Tidak
perlu menunggu lama ijin pun akhirnya berhasil gue dapatkan dan beruntung gue
masih mendapat seat untuk
keberangkatan keesokan harinya.
Sebenarnya ijin ini
bisa diurus oleh pihak travel agent
jika gue telah booking sebelumnya.
Namun gue baru memesan seat sehari
sebelumnya sehingga gue harus mengurus permit
sendiri ke City Coliseum.
Hotel Circon yang
gue tempati merupakan hotel sederhana namun letaknya strategis berada di pusat
Kota Puerto Princesa. Dengan tarif sebesar PHP 600 (Rp 150rb) per malam gue
mendapat kamar private dengan kamar
mandi di dalam beserta sarapan pagi.
Penampakan Kamar di Hotel Circon |
********
Sore hari saat yang
tepat untuk menjelajah kota Puerto Princesa apalagi cuaca sudah tidak terlalu
panas seperti saat siang hari. Kota ini sangat bersih dan merupakan salah satu
kota terbersih di Filiphina. Denda sebesar PHP 200 dikenakan bagi mereka yang
membuang sampah sembarangan.
Dengan sedikit
bertanya kepada warga lokal akhirnya gue menemukan Immaculate Conception Cathedral Parish yang terletak di Rizal Street. Katedral ini merupakan gereja terbesar di
Puerto Princesa. Sore itu sedang ada kegiatan ibadah namun saat melongok ke
dalam gue lihat jumlah jemaat yang datang terlalu banyak.
Katedral yang Megah |
Suasana di Dalam Katedral |
Gereja yang dibangun
sejak tahun 1800an ini letaknya tidak terlalu jauh dengan Baywalk yaitu kawasan di tepi laut yang dibangun jalur pejalan kaki
untuk bersantai dan beristirahat. Cukup
lama gue duduk di halaman depan gereja menikmati keindahan gereja serta umat
yang lalu lalang keluar masuk gereja.
Hanya sepelemparan
batu dari gereja katedral ini terdapat Plaza
Cuartel. Tempat yang merupakan taman peringatan ini dulunya merupakan
markas militer Amerika. Pada masa pendudukan Jepang, 154 tawanan amerika
dipenjara di tempat ini dan penjara ini dibakar melalui drum bahan bakar dan
mengakibatkan 143 orang mati terbakar dan 11 selamat. Sebuah tugu/monumen
dibangun di tengah taman yang asri ini.
Plaza Cuartel |
Monumen Plaza Cuartel |
Menjelang senja
waktu yang tepat menikmati matahari terbenam di baywalk. Segera gue beranjak menuju baywalk yang sore itu banyak menemui warga lokal yang berkumpul
sekedar untuk bersantai menikmati semilir angin laut di sore hari.
Baywalk |
Senja di Baywalk |
Beberapa warung
kecil berjejer di sepanjang jalur pedestrian menawarkan berbagai makanan dan
minuman. Gue teringat sejak tiba di Filiphina gue sama sekali belum menemukan
makanan khas lokal balut yaitu telur ayam/bebek rebus. Yang “unik” dari balut ini adalah telur rebus tersebut
masih terdapat embrio yang nyaris terbentuk menjadi bebek/ayam. Sebelumnya gue
telah pernah mencoba makanan ini di Kamboja dan ternyata gue doyan sehingga gue
penasaran untuk mencoba yang ada di Filiphina.
Setelah bertanya
kepada penjual minuman gue diberitahu dimana bisa menemukan balut di sekitar baywalk. Ternyata penjualnya seorang bapak yang memiliki
keterbatasan fisik dan beliau berjualan dengan menggunakan kursi roda. Gue
bersimpati dengan keterbatasan yang dimilikinya namun masih memiliki semangat tinggi
dan usaha dalam mencari nafkah.
Sang Penjual Balut |
Tidak berapa lama
sebutir telur telah terhidang di meja gue dan saatnya memulai “ritual”
bersantap balut. Cara memakan balut tersebut yaitu dengan
memecahkan ujung telur dan cangkang
dibuka sedikit demi sedikit dan dibubuhi dengan garam+vinegar dan dikerok menggunakan sendok kecil. Hm.....nikmat.....
Balut yang Maknyusss..!!! Mau Coba? |
“Satu lagi pak” sapa gue kepada penjual
minuman yang disambut dengan senyuman. Penjual minuman ini menjadi penterjemah
gue kepada bapak penjual balut karena
sepertinya sang bapak kurang mengerti Bahasa Inggris. Dalam sekejap balut ke-2 selesai gue santap. Berapa harga 2 butir balut ini? Hanya PHP 20!!
(sekitar Rp 5,200).
Balut butir
ke-2 mengiringi senja berganti menjadi malam namun warga lokal masih betah
untuk berlama-lam di baywalk ini
bahkan masih ada warga yang baru datang di saat hari berganti malam.
**********
Jam 07.30 pagi
tanggal 17 September 2013 gue sudah duduk manis di lobi hotel menunggu jemputan
dari travel agent. Tidak perlu
menunggu lama, Jesy sang pemandu perjalanan kami menyapa gue sesaat tiba di
lobi hotel. Ternyata gue jemputan pertama dan beruntung bisa bebas memilih tempat duduk di dalam van.
Tidak butuh lama
untuk menjemput 12 orang dalam rombongan kami. Sekitar pukul 08.30 kami
bertolak menuju Puerto Princesa
Underground River (PPUR) yang rencananya akan ditempuh selama 2 jam
perjalanan. Hampir 80% peserta tur warga lokal Filiphina dari berbagai provinsi
sisanya gue sendiri dari Indonesia dan sepasang turis dari China. Oh yah harga
paket tur ke PPUR ini sebesar PHP 1,500/org (sekitar Rp 390rb) sudah termasuk
antar jemput dari hotel ke PPUR, permit
fee, makan siang ala buffet,
biaya penyeberangan, pengarungan ke PPUR dan asuransi. Namun setiba di lokasi
masih harus membayar enviromental fee
sebesar PHP 40 yang dibayar di lokasi dan tidak termasuk dalam paket.
Harus gue akui kemampuan
Jesy dalam menjelaskan berbagai hal mulai dari sejarah kota Puerto Princesa,
berbagai spot yang kami lalui hingga
PPUR sendiri sangat jumawa sehingga perjalananpun tidak terasa membosankan
apalagi Bahasa Inggrisnya mudah untuk dimengerti.
Sebelum tiba di PPUR
rombongan kami diajak mampir dulu ke Ugong
Rock Adventures. Di bukit batu kapur ini pengunjung dapat menikmati
permainan Zipline (Flying Fox),
melakukan trekking dan merasakan
serunya Spelunking Caving. Namun
untuk menikmati semua permainan dan kegiatan tersebut pengunjung dikenakan
biaya tambahan dan tidak termasuk dalam biaya paket ke PPUR.
Ugong Rock Adventures |
Gue sendiri tidak
melakukan aktivitas apa-apa di sini hanya mengobrol dengan sesama peserta tur
sambil menunggu peserta lain yang sedang asyik mencobai berbagai jenis
permainan yang ada.
Setelah semua
peserta menyelesaikan permainanannya rombongan diantar ke Sabang Sea Ferry Service. Di sinilah dermaga penyeberangan menuju
PPUR. Namun sebelumnya kami mampir di salah satu restoran yang berderet di
sekitar dermaga kapal untuk makan siang ala
buffet. Oh yah di depan restoran dijual
sejenis cacing laut yang disebut tamilok
oleh warga lokal. Saat salah seorang rombongan membelinya, gue penasaran untuk
ikut mencobanya. Awalnya terasa deg-degan, namun saat cacing laut dicelup ke
mangkuk yang berisi vinegar dan masuk
ke dalam mulut sampai akhirnya meluncur di kerongkongan gue, saat itulah gue
merasakan kalau tamilok ini sungguh
enak. Dan tangan gue pun akhirnya mencomot tamilok
ke-2 hingga ke-3 untuk gue santap.
Tamilok Sang Cacing Laut yang Fenomenal |
Nyamm.... |
Saatnya untuk
menyeberang ke pulau dengan menggunakan kapal motor berkapasitas 6 penumpang.
Perjalanan hanya memakan waktu sekitar 20 menit dan kami tiba di sebuah pulau
yang menjadi pintu masuk PPUR. Sungguh indah pantai tempat kami mendarat yang
dilatarbelakangi bukit karang.
Dermaga Penyeberangan Sabang |
Di Kapal |
Aaakh...tak
menyangka akhirnya impian gue untuk mengunjungi Puerto Princesa Underground River akhirnya terwujud. PPUR sendiri
dinyatakan sebagai salah satu dari New 7 Wonders
of Nature tahun 2011 yang lalu bersama dengan Komodo Island (Indonesia),
Ha Long Bay (Vietnam), Jeju Island (Korea Selatan), Iquazu Falls (Argentina/Brazil), Amazon Rainforest (Amerika Selatan) dan Table Mountain (Afrika Selatan).
Tempat Pendaratan di PPUR |
Akkkhh...Finally Bisa Menjejakkan Kaki ke Tempat ini |
Lingkungan di PPUR
benar-benar sangat dijaga. Bahkan penggunaan listrik di pulau ini diganti
dengan tenaga biodiesel. Pengunjung hanya dibatasi sebanyak 900 orang per hari.
Di pintu masuk PPUR pengunjung disambut dengan kawasan konservasi hutan bakau.
Salut untuk Pemerintah Filiphina yang melakukan berbagai usaha untuk
menyelamatkan lingkungan di PPUR ini.
Gerbang Masuk PPUR |
Akhirnya tibalah
kami di dermaga untuk memulai pengarungan di sungai bawah tanah ini. Dengan
menggunakan pelampung kami diantar menggunakan perahu dengan kapasitas 6 orang.
Perahu memasuki gua yang gelap karena memang tidak dipasang penerangan di dalam
goa. Abang pemilik perahu memulai bercerita sambil mengayuh perahu secara
perlahan. Dengan dibekali penerangan berupa lampu senter yang disorot ke setiap
sudut goa, abang pemilik kapal
menjelaskan tentang goa yang memiliki stalagtit dan stalagmit yang sangat indah
membentuk berbagai konfigurasi yang unik menyerupai bentuk jagung, perjamuan
terakhir, Bunda Maria dll.
Puerto Princesa Underground River |
Gua di PPUR ini juga
menjadi rumah bagi kawanan burung walet serta kelelawar sehingga tidak heran
saat masuk ke dalam gua kami disambut dengan suara cicitan riuh ribuan burung
walet dan kelelawar. Dulu sebelum ditetapkan menjadi taman nasional, penduduk
lokal di sekitar PPUR dengan nyali yang besar banyak mencari sarang burung walet di dalam goa di
PPUR ini. Namun sejak ditetapkan menjadi taman nasional semua aktivitas di
dalam goa dilarang.
Sayang karena
kondisi goa yang gelap dengan penerangan minim sehingga hasil jepretan foto
kurang begitu bagus. Panjang lintasan sungai yang bisa dilalui untuk turis
dibatasi hanya beberapa KM saja (gue lupa persisnya). Jika ingin berlayar lebih
dari jarak yang telah ditentukan harus dengan ijin khusus. Tak terasa
pengarungan sungai sekitar 45 menit dengan pemandangan yang dramatis telah
berakhir.
Stalaktit dan Stalakmit di Dalam Goa |
********
Pulang dari PPUR gue
mendapat banyak teman-teman baru penduduk lokal. Diantara mereka yaitu Aries dan 2 orang
saudaranya yang merupakan sesama saudara sepupu. Mereka datang dari kota
Legazpi di provinsi Albay sebelah timur Filiphina. Bersama merekalah gue
menghabiskan malam terakhir di Puerto Princesa. Saling berbagi cerita sejak di
PPUR membuat gue cepat akrab dengan mereka. Banyak hal-hal yang mereka tanyakan
tentang Indonesia mulai dari beberapa kosakata sehari-hari dalam Bahasa
Indonesia sampai kosakata untuk mengumpat khas anak muda juga mereka tanyakan J Budaya lokal serta tempat-tempat menarik di Indonesia
tak luput pula ditanyakan ke gue sepertinya mereka terlihat tertarik dengan
Indonesia khususnya Bali dan gue pun tidak lupa mengundang mereka untuk
berkunjung ke Indonesia.
Meja makan memang
merupakan tempat yang tepat untuk bertemu. Banyak orang menggunakan meja makan
mulai dari sekedar silahturahmi keluarga atau rekan sejawat, diplomasi bisnis,
sampai transaksi haram. Dan kamipun menggunakan meja makan sesuai dengan
fungsinya yang memang sebagai tempat kami makan bersama sambil ngalor ngidul ngobrol
banyak hal mulai dari cerita sepele sampai cerita serius.
Karena gue baru
sehari berada di Puerto Princesa maka gue menyerahkan kepada Aries dkk untuk
memilih lokasi tempat makan dan pilihan jatuh kepada Ugong Rock Restoran, nama
yang sama sesuai dengan tempat yang kami singgahi siang sebelumnya.
Bersama Aries dkk |
Tidak perlu menunggu
waktu terlalu lama saat makanan yang kami pesan akhirnya tiba. Samadulas (sayuran lokal), Crocodiles
Sisig (daging buaya), Beef Kare-kare with Bagoong (Daging sapi
dimasak santan dengan campuran terong)
dan Sizzling Mixed Seafoods ( mirip
sapo tahu dengan campuran seafoods) demikian
nama menu-menu yang dihidangkan. Sensasi makanan lokal yang benar-benar
menantang lidah untuk mencobainya.
Samadulas |
Beef Kare-kare with Bagoong |
Crocodiles Sisig merupakan makanan khas lokal Palawan yang patut dicoba selain tamilok.
Makanan ini terbuat dari daging buaya yang dicincang serta ditumis
dengan beberapa bumbu dan disajikan pada sebuah hotplate. Rasanya gurih dan
lezat serta tidak meninggalkan rasa amis. Tanpa disadari kamipun berebutan
untuk menyantapnya. Selain porsinya yang memang sedikit kondisi perutpun memang
sangat lapar setelah seharian berpetualang di PPUR.
Sepertinya malam
belum berakhir di Puerto Princesa. Aries dkk mengundang gue untuk menghabiskan
malam itu di Tiki Bar yang merupakan salah satu bar terpopuler di Puerto
Princesa untuk menikmati hiburan live
music. Kebetulan grup musik yang tampil malam itu berasal dari Manila (gue
lupa namanya) dengan 4 orang penyanyi wanita (yang cantik tentunya) dan memang
tidak salah penampilan mereka sungguh luar biasa bagusnya malam itu.
Performance di Tiki Bar |
Toilet di Tiki Bar, Ayo Mana buat Cewek dan Cowok?? |
Jarum jam
menunjukkan angka 2 dini hari saat kami meninggalkan Tiki Bar untuk kembali ke hotel masing-masing dan juga waktunya gue
packing untuk kembali ke Manila pagi
harinya, transit dan terbang ke Jakarta
pada malam harinya.
Beruntung temen gue
sesama pejalan, Uliel juga sedang berada di Manila dan menemani gue selama
beberapa jam di distrik kosmopolitan Makati Manila saat transit menunggu
penerbangan pada malam hari menuju Jakarta.
Suatu hari di Makati bersama Mamih Uliel :) |
Untuk El Nido, gue akan kembali lagi ke Manila suatu saat nanti.....
Kebetulan, salah satu dari kami baru saja booking tiket ke Puerto Princesa. Thanks for sharing, jadi punya referensi aktivitas selama di sana :)
ReplyDeleteEnjoy Puerto Princesa. Thanks dah berkunjung.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
Deleteuda lama ga nulis lagi om ?
ReplyDeleteiya nih ki, semangat nulis lagi turun :( lagi ngumpulin mood dulu buat nulis lagi.
Deletemas, kamu 1-1 nya org yang aku baca suka balut. hahahahaha... aku sendiri wkt k Manila, ga mw nyentuh bginian hihihi... trs itu cacing lauttt, ohh tidaaaakkk!! Geli banget ;D ... Aku suka nyobain makanan2 baru yg aneh, tp ga termasuk cacing, embrio ato serangga2 aneh kayak di thailand ;p
ReplyDeletehahaha namanya juga mencoba hal-hal baru termasuk juga kulinernya. Tapi balut dan cacing lautnya enak kok, nanti kalo ke Philiphines lagi cobain deh :)
ReplyDeleteayo omcul update lagi blognya..
ReplyDeletemasih Philipina aja nih postingan teratas.. hehe..
hahahahaa iya nih kang entah kenapa sekarang udah gak semangat lagi untuk nulis :( Tadi pas masuk blognya nemu sarang laba2 gak? hehehe
Deletekebetulah nih mas aku dah punya tiket ke Manila dan Puerto Princesa awal tahun depan.
ReplyDeletesangat membantu banget setelah membaca blog ini.
oh ya mas, tur ke PPUR itu selesainya jam brp ya?
Wah..senangnya yg mau ke Filiphine tahun depan :) paket tour ke PPUR selesai sekitar jam 3 sore dari jam 8.30.
DeleteTiket aku balik ke Manila jam 18.50.
DeleteKeburu ga ya mas kalo aku ikut tur ke PPUR itu dan selesai tur bisa nyampe airport Puerto Princesa tepat waktu?
Kalo semuanya tepat waktu seharusnya keburu yah. Setidaknya Anda sudah harus tiba kembali di hotel di Puerto Princessa paling telat jam 4 sore dan semua bawaan sudah Anda dipacking malam sebelumnya jadi siap angkut ke bandara saat tiba dari PPUR. Emang terburu-buru sih jadinya hehehe.
Deletesalam kenal bro...
ReplyDeleteasik sekali melihat perjalanan kamu, jadi buat hati tidak sabar untuk bulan maret 2015. soalnya punya trip kesana juga.hehee..
cuma masih galau soal perjalanannya, kan aku dari jkrt- manila - boracay tgl 12 maret. tgl 13 di boracay, tgl 14 boracay -manila- puerto, tgl 15 k PPUR dan tgl 16 puerto - manila - jkt.
Menurut u bro, gimana ya? terlalu buru-buru dan mepet gak ya? Di boracay 2 hari cukup gak? heheee.. butuh masukkannya nih bro ,
makasih ya,
salam kenal dari @ranselahok
husinpeng.blogspot.com
Salam kenal kembali. Maaf saya sendiri belum pernah ke Boracay. Tapi kalo melihat itin Anda rasanya cukup karena Boracay murni wisata pantai/laut jd 2 hari sudah pas kok. Enjoy Philipine!
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteWoow mantaap! Jarang sekali blog Indonesia yg pernah ke Puerto Princesa, apalagi sambil makan Tamilok, hehe.. :)
ReplyDeleteIya mas ternyata Puerto Princesa tuh indah sekali tap sayang karena keterbatasan waktu saya belum sempat ke El Nido di ujung PP. Next time saya mau kembali lagi ke PP. Tamilok enak sekali walaupun awalnya agak deg2an makannya hahahaha.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete