Saturday, June 29, 2013

Ke Makassar Ku Kan Kembali......





Puas mengunjungi Tanjung Bira gue kembali ke Makassar tanggal 29 Maret 2013. Betapa senangnya kembali ke kota ini. Kota terbesar di Indonesia Timur ini memang telah banyak berubah dibandingkan dengan kunjungan gue beberapa tahun silam. Tapi yang pastinya tidak berubah dari Makassar adalah kulinernya. Selalu ngangenin. Dan inilah alasan yang membuat gue kembali ke Makassar.


Menjelang sore Pete-pete (angkutan kota) dari Terminal Malengkeri membawa gue ke Hotel New Legend tempat gue menginap selama berada di Kota Makassar di Jalan Ahmad Yani. Hotel ini sangat strategis letaknya di pusat kota di daerah China Town nya Makassar, hanya 10 menit berjalan kaki menuju Pantai Losari kawasan hits di  Kota Makassar.

Kawasan China Town Makassar
Hotel New Legend Makassar
Tidak banyak tempat yang gue datangi di Kota Makassar. Ini kunjungan gue yang kesekian kalinya dan sesungguhnya kuliner Makassarlah yang membuat gue kangen untuk kembali ke kota ini.

Berbicara kuliner Makassar tidak bisa dipisahkan dari Coto. Kuliner legendaris ini  berbeda dari Soto di Pulau Jawa yang kita kenal pada umumnya. Coto Makassar biasanya menggunakan daging sapi, kerbau atau kuda. Jadi hati-hati sebelum memesan sebaiknya ditanyakan dulu kepada penjualnya menggunakan daging apa bagi yang tidak menyukai mengkonsumsi daging tertentu.

Penjual coto tersebar di seantero Makassar jadi tinggal disesuaikan dengan selera. Gue sendiri mampir ke rumah makan Coto di Jalan Gagak 27 sehingga dikenal dengan nama Coto Gagak. Rumah makan ini memiliki bangunan baru di samping tempat lama yang berdiri tahun 1973 dan masih dipertahankan hingga kini. Bangunan baru yang menggunakan AC buka sampai jam 12 malam sedangkan tempat lama hanya menggunakan kipas angin buka selama 24 jam non stop.

Bangunan Baru Rumah Makan Coto Gagak
Saat tiba malam itu tampak mobil berderet parkir di depan rumah makan. Tidak perlu menunggu waktu yang terlalu lama dan pesananpun segera diantar. Harga coto + buras (ketupat kecil sebagai pengganti nasi) sekitar Rp 15rb dan rasanya sungguh enak. Kuahnya gurih dan tidak terlalu kental dan dagingnya pun empuk.

Coto Gagak yang Maknyusss
Yang tak kalah populer kuliner di Makassar yaitu Mie Titi. Malam itu gue menyasar daerah Pantai Losari tepatnya di Jalan Datumuseng untuk mencari rumah makan yang menjual Mie Titi ini. Jalan Datumuseng sendiri letaknya tidak begitu jauh dari anjungan tulisan “PANTAI LOSARI” di tepi pantai Losari. Mie Titi Jalan Datumuseng ini merupakan cabang dari Jalan Irian yang sudah  sangat dikenal oleh para pencinta kuliner di Makassar.

Rumah Makan Mie Titi Datumuseng
Sama halnya dengan Coto Gagak, pengunjung di rumah makan Mie Titi inipun sangat ramai malam itu dan butuh waktu yang lumayan lama menunggu pesanan gue siap disajikan.

Mie Titi merupakan hidangan mie yang digoreng kering dan disiram dengan kuah kental disajikan dengan tambahan toping daging ayam dan bakso beserta sayur-sayuran+jeruk nipis (hati-hati di beberapa tempat ada yang menggunakan konten daging yang tidak halal yang tidak layak konsumsi bagi umat Muslim). Saat disantap terjadi perpaduan mie yang garing dengan kuah kental panas yang menimbulkan sensasi tersendiri ditambah rasa pedas+asam yang menggoda selera. Hm....

Mie Titi
Namun sayangnya karena porsinya terlalu banyak sehingga gue tidak dapat menghabiskan seluruh mie yang dihidangkan. Saat membayar di kasir gue baru tahu kalau mereka menyediakan hidangan dalam dua ukuran yaitu besar dan kecil. Ah..tau gitu gue memesan porsi kecil saja. Harga porsi besar sekitar Rp 18rb dan sudah membuat gue kenyang bego hehe.

Tidak lengkap rasanya nongkrong di malam hari di Pantai Losari tanpa mencoba Pisang Epe. Yah... Pisang Epe juga salah satu kuliner khas di Kota Makassar. Saat senja menjelang malam banyak pedagang Pisang Epe yang mulai menggelar dagangan mereka di sepanjang Pantai Losari dan menjadi alternatif tempat berkumpul bagi warga lokal dan wisatawan. Saat akhir pekan menjelang tengah malam pengunjung makin  ramai memenuhi tenda-tenda dan warung kaki lima penjual Pisang Epe di sepanjang Pantai Losari.

Gue memilih salah satu tenda penjual Pisang Epe di sekitar pantai Losari di depan gerai Circle “K”. Pisang Epe sendiri merupakan pisang setengah matang (jenis pisang kepok) yang dibakar dengan bara arang yang panas dan disajikan dengan pilihan toping berbagai pilihan rasa dan tinggal disesuaikan dengan selera pembeli mulai dari durian, keju, coklat dan orisinal.

Penjual Pisang Epe
Tak sampai 10 menit pesanan gue datang diantar seorang bapak setengah tua. Gue memesan Pisang Epe orisinal yang diguyur dengan cairan gula merah. Rasa manis pisang dan gula merah berpadu di dalam mulut membuat Pisang Epe ini sungguh menjadi teman santap yang pas di malam akhir pekan.

Pisang Epe
Petualangan kuliner di Makassar belum selesai. Keesokan harinya tanggal 30 Maret 2013 gue sengaja tidak mengambil jatah makan pagi di hotel karena gue akan makan pagi di luar. Gue sering tidak mengambil jatah makan pagi di hotel saat melakukan perjalanan entah di dalam atau di luar negeri karena sengaja ingin mencoba kuliner khas di tempat tersebut di pagi hari.

Pagi itu hidangan Palu Basa menjadi target gue. Di Makassar hidangan Palu Basa juga tersebar di seantero kota namun ada 2 lokasi yang menjadi ikon hidangan Palu Basa yang berlokasi di Jalan Serigala dan Jalan Onta. Ke-2 tempat ini bersaing ketat. Secara random gue memilih Palu Basa H. Haeruddin di Jalan Serigala pagi itu. Namun ketika tiba pukul 08.15 rumah makan tersebut  belum buka dan masih dalam proses persiapan beres-beres. Dari info yang gue dapat mereka akan buka pukul 09.00.

Akhirnya gue pindah ke Jalan Onta yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Jalan Serigala. Ternyata Palu Basa di Jalan Onta buka lebih siang lagi yaitu pukul 10.00. Mau gak mau akhirnya gue kembali lagi ke Jalan Serigala dan menunggu sampai mereka siap untuk melayani pembeli. Ternyata bukan hanya gue yang sudah antri di pagi itu namun banyak pengunjung lain juga yang sudah datang. Hm...tak salah memang menilai  kepopuleran Palu Basa Serigala ini dilihat dari antusiasme pengunjungnya.


Hidangan Palu Basa mirip dengan Coto Makassar. Cuma yang membedakan kuah Palu Basa agak sedikit kental  karena dicampur dengan parutan kelapa yang disangrai sehingga membuat kuah Palu Basa ini sedikit harum. Pembeli dapat memilih isinya berupa daging sapi atau campuran jeroan. Ada yang mengatakan dicampur juga dengan daging kerbau. Tapi entahlah gue gak peduli saat sudah menyantap terbius oleh kelezatan Palu Basa ini.

Pembeli bisa memilih alternatif  berupa campuran kuning telur setengah matang dan dicampur dengan kuah Palu Basa saat masih panas. Hm....untuk pilihan ini sepertinya gue tidak tertarik. Harga satu porsi Palu Basa + nasi putih sekitar Rp 18rb. Sangat murah untuk kelezatan yang maksimal.

Penampakan Palu Basa
Saatnya untuk menjelajahi kota Makassar. Kota yang penuh dinamika dengan berbagai perubahan yang terdapat di dalamnya. Namun ada satu yang tidak berubah yaitu Benteng Fort Rotterdam masih berdiri kokoh di tengah Kota Makassar yang letaknya tidak terlalu jauh dari Pantai Losari.

Halaman Fort Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam merupakan peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo yang sudah berdiri sejak 1545 dan menjadi saksi perjalanan sejarah Kota Makassar. Saat ini beberapa bagian dari tembok benteng berupa reruntuhan namun beberapa bangunan di dalamnya masih berdiri utuh hingga saat ini dan menjadi objek wisata andalan di Makassar.

Gerbang Masuk Fort Rotterdam
Reruntuhan Fort Rotterdam
Untuk masuk ke dalam komplek Fort Rotterdam tidak dipungut biaya namun pengunjung dapat memberi donasi bila tergerak. Di dalam komplek benteng Fort Rotterdam juga terdapat Museum La Galigo. Isi museum ini menggambarkan perjalanan serta kebesaran dan kejayaan Makassar sejak Kerajaan Gowa sampai pada masa penjajahan Belanda. Museum ini menempat 2 blok bangunan yang saling berhadapan. Bagi pengunjung yang ingin melihat isi museum dipungut biaya sebesar Rp 5rb.


Juga terdapat bangunan bekas tahanan tempat Pangeran Diponegoro pernah dibuang dan ditahan di tempat ini pada masa penjajahan Belanda. Namun sayang saat gue ke sana bangunan ini tidak dibuka untuk umum.


Puas mengelilingi Fort Rotterdam, gue menuju Jalan Lasinrang untuk melanjutkan kuliner. Kali ini gue penasaran dengan yang namanya sop ubi yang jarang diekspos dan diburu oleh para pencinta kuliner.

Kios Lasinrang
Di Jalan Lasinrang sendiri terdapat beberapa penjual sop ubi salah satunya Kios Lasinrang. Akhirnya terjawab, rupanya sop ubi itu campuran mie, soun, ubi kayu (singkong), tauge, telur, taburan sledri, kacang tanah dan daging. Jadi cukup ramai dan beragam isinya. Campuran kuah kari melengkapi kelezatan sop ubi ini. Hm...pertama kali mencoba dan gue langsung suka. Sayangnya di Jakarta gue jarang menemui kuliner ini di rumah makan yang menyajikan makanan khas Makassar.

Sop Ubi yang Menggoda
Rasanya perut belum maksimal karena porsi sop ubi sendiri tidak terlalu banyak. Gue bergeser dari Jalan Lasinrang ke Jalan Andi Mappanyuki yang jaraknya hanya sepelemparan kolor hehehe.

Secara tidak sengaja gue melihat warung di pinggir jalan yang menjual Palu Mara saat melewati Jalan Andi Mapanyuki. Kebetulan Palu Mara juga masuk dalam daftar kuliner yang harus gue santap di Makassar. Palu Mara merupakan kuliner dengan bahan dasar ikan dengan kuah santan. Biasanya ikan yang digunakan adalah ikan bandeng. Gue beruntung karena di Warung Mappanyuki ini menggunakan kepala ikan kakap dan gue sendiri pada dasarnya tidak suka dengan ikan bandeng.

Warung Mappanyuki ini juga membuka usaha di rumah tempat tinggal pemiliknya yang letaknya agak masuk ke dalam gang di samping warung tenda di pinggir Jalan Mapanyuki. Dua jempol deh untuk Palu Mara Warung Mappanyuki ini.

Ke Makassar tidak sah rasanya kalau tidak melihat perahu khasnya yaitu perahu Phinisi. Siang  itu setelah perut kenyang gue meluncur ke Pelabuhan Paotere untuk melihat langsung perahu Phinisi tersebut.

Perahu Phinisi Sedang Bersandar di Pelabuhan Paotere
Pelabuhan Paotere berjarak sekitar 5 KM dari pusat kota dan merupakan pelabuhan rakyat yang sebagian besar menggunakan kapal Phinisi. Kegiatan bongkar muat barang dapat dilihat langsung di pelabuhan ini. Kegiatan niaga melalui pelabuhan ini biasanya ditujukan ke Indonesia bagian timur.

Suasana Bongkar Muat
Capek setelah keliling pelabuhan sangat pas rasanya menikmati kuliner di sore hari berupa otak-otak khas Makassar. Jika ditanya otak-otak khas Makassar maka orang-orang akan menjawab otak-otak Ibu Elly yang sudah sangat populer di Makassar.

Tidak susah untuk mencari lokasi otak-otak Ibu Elly yang terletak  di Jalan Kijang karena semua sopir taksi pasti mengetahuinya. Yang membedakan otak-otak di Makassar dengan di Jakarta yaitu otak-otak di Makassar pada umumnya dikukus sedangkan otak-otak di Jakarta dibakar di atas bara api. Pada umumnya mereka yang membeli otak-otak Ibu Elly untuk dibawa sebagai oleh-oleh.

Plang Otak-otak Ibu Elly

Suasana Toko Otak-otak Ibu Elly

Harga otak-otak per biji Rp 4rb dan dengan menyantap 6 pcs sudah cukup untuk membuat gue kenyang kembali sore itu. Otak-otak ini sungguh enak, rasa ikannya sungguh terasa dan empuk namun sayangnya sambal kacangnya menurut gue biasa saja.

Hm....Otak-otak Berpadu dengan Juice Markissa

Menjelang senja merupakan waktu yang pas untuk bersantai menikmati Pantai Losari yang sudah banyak mengalami perubahan saat ini. Sekarang di sepanjang tepi pantai dibangun anjungan untuk tempat bersantai dan beristirahat sambil menikmati suasana laut . Dan sekarang tidak terdapat lagi pedagang yang berjualan sepanjang bibir pantai seperti yang gue rasakan beberapa tahun lalu saat gue berkunjung kemari.

Anjungan Pantai Losari

Melengkapi kuliner di Makassar, gue memburu hidangan yang cukup populer yaitu Sop Saudara. Mirip dengan soto di Jakarta, Sop Saudara ini berisi daging sapi + jeroan (alternatif pilihan) dengan kuah bening. Sop Saudara di Jalan Irian patut untuk dicoba dengan rasa yang menantang. Harga per mangkuk + nasi tidak terlalu mahal sekitar Rp 15 rb.

Sop Saudara
Masih ada beberapa kuliner di Makassar yang belum sempat gue coba dan gue akan kembali lagi suatu saat nanti. Makassar kau sungguh menggoda untuk didatangi kembali.....

9 comments:

  1. truly a culinary maniac, awesome :)

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  6. Инстраграмм остается самой популярной на данный момент площадкой для продвижения своего бизнеса. Но, как показывает практика, люди еще чаще подписываются на профили в каких уже достаточное количество подписчиков. Если заниматься продвижение своими силами, потратить на это можно очень множество времени, поэтому еще лучше обратиться к специалистам из Krutiminst.ru подробнее http://lib_harg_18.hilk.zabedu.ru/forums/topic/dennisageno/

    ReplyDelete