Wednesday, September 14, 2011

Hongkong, Shenzhen dan Singapore sebagai Pembuka Jalan...(2)

Kurang afdol rasanya kalau ke Hongkong tidak sekalian mampir ke wilayah China bagian selatan seperti Shenzhen atau Guangzhou. Selain karena jaraknya yang sangat dekat, pemegang paspor RI hanya memerlukan Voa (Visa on Arrival) untuk masuk ke wilayah China daratan. Saya sendiri memilih Shenzhen untuk dikunjungi dan telah mengurus visa China sejak dari Jakarta. Selain praktis, saya cenderung untuk menghindari antrean di Imigrasi China yang menurut perkiraan saya pasti sangat padat menjelang libur akhir tahun.

Bertepatan dengan libur natal tanggal 25 Desember saya melakukan perjalanan ke Shenzhen bersama paman dan saudara sepupu beserta istrinya (total 4 org). Perjalanan ke Shenzhen dapat ditempuh dengan moda transportasi bus, ferry atau kereta yaitu KCR (singkatan dari Kowloon Cantoon Railway, kalo ga salah). Saya naik kereta KCR ini dari stasiun Kwun Tong dan dengan menggunakan Octopus card, biaya menuju Shenzhen sekitar HKD 30 (sekitar Rp 36rb) dan kereta ini akan berhenti di ujung perbatasan Hongkong dan Shenzhen yaitu Lo Wu. Karena bertepatan dengan libur nasional yaitu hari Natal, penumpang kereta sangat padat karena banyak warga Hongkong beserta turis yang akan ke Shenzhen. Akhirnya perjalanan selama 1 jam saya lalui dengan berdiri karena tidak mendapat tempat duduk. Lumayan pegal juga bediri selama 1 jam, namun keindahan serta pesona Shenzhen yang ada di benak saya mengalahkan semua rasa pegal yang ada....hehehehe.
Setiba di Stasiun Lo Wu, begitu turun dari kereta saya menyaksikan lautan manusia yang sungguh ramai. Ya ampun serasa situasi mudik lebaran kalo di Jakarta sangking padat dan ramainya manusia yang akan menyeberang perbatasan hari itu. Setelah keluar dari imigrasi Hongkong, yang jalurnya dibedakan antara pemegang paspor China dan Hongkong serta paspor asing. Saya sendiri sempat ketar ketir begitu terpisah dengan paman beserta rombongan saudara yang lain karena di tengah lautan manusia tersebut bagaimana seandainya saya tidak bisa menemukan mereka selepas dari antrian imigrasi? Bagai anak hilang saya clingak clinguk ke sana kemari, ternyata benar saya kehilangan mereka. Dengan counter khusus untuk warga Hongkong dan China yang berjumlah banyak memungkinkan mereka untuk keluar lebih cepat ketimbang saya.  Namun beruntung, setelah berkeliling ke sana kemari selama beberapa menit mencari akhirnya saya menemukan mereka yang telah berkumpul di sudut imigrasi menunggu saya.
Okay....lepas dari imigrasi Hongkong perjalanan masih panjang. Kami masih harus berjalan sejauh lebih kurang 600-700 M menyusuri jembatan di atas sebuah sungai untuk menuju imigrasi China. Sungai ini (saya tdk tahu namanya) yang menjadi pembatas antara wilayah Hongkong dan wilayah Shenzhen. Setibanya di China immgration Section, saya melihat antrian orang-orang yang sedang mengajukan VoA untuk masuk China. Karena saat itu hari libur resmi, maka dapat dibayangkan antriannya begitu padat dan panjang. Huuft....beruntung saya sudah mendapatkan visa China di paspor saya sehingga sehingga saya dapat melenggang langsung menuju counter imigrasi untuk pengecekan paspor. Apa yang terjadi seandainya saya tidak mempersiapkan visa dari Jakarta dan harus bergabung dengan mereka berdesak-desakan demi selembar visa di paspor ? ah entahlah.......saya sendiri tidak mau membayangkan karena pemandangan di depan matapun tidak kalah hebohnya yaitu antrean untuk melewati imigrasi China. Yah...sekali lagi saya harus mengantri dengan serombongan manusia-manusia ini. Beginilah resikonya kalau masuk ke suatu negara melalui perbatasan dan harus melewati pemeriksaan imigrasi 2 negara.  Beruntung proses imigrasi China tidak ribet dan berlangsung cepat, tidak ada adegan interview seperti yang saya alami di imigrasi bandara Hongkong pada saat datang.
Lepas dari imigrasi menuju terminal bis, saya diajak saudara saya untuk shopping aka berbelanja terlebih dahulu di areal komplek yang terletak di Lowu sisi China. Dalam hari saya menggumam, dasar wanita dimanapun sama, baru saja tiba  naluri belanja otomatis langsung muncul. Alhasil sayapun menemani mereka berbelanja walupun saya sendiri penasaran dengan barang-barang atau produk China yang konon harganya sangat murah. Shenzhen memang terkenal sebagai surga belanja, salah satunya di wilayah Lo wu ini. Areal belanja di sini sangat luas dan banyak terdapat blok-blok toko yang menjual semua jenis produk, mulai dari tas, sepatu, handphone, peralatan elektronik, pakaian dll dimana beberapa merk terkenal dapat dijumpai di sini (aspal tentunya hehehe) dengan harga miring asal memiliki ketrampilan tawar menawar tingkat tinggi. Konon banyak pedagang-pedagang asal Indonesia yang berbelanja di sini untuk dijual kembali di Indonesia khususnya di pusat-pusat perbelanjaan semacam ITC gitu. Tapi entah mengapa setelah berkeliling ke beberapa toko akhirnya saya keluar dengan tangan hampa tanpa menenteng barang belanjaan satupun karena tidak ada yang cocok dengan selera.

Oh ya sebelumnya saya sudah mendapat informasi dan diingatkan saudara saya kalo begitu tiba di Shenzhen khususnya di Lo Wu border harus berhati-hati karena banyak terdapat pencopet yang berkeliaran. Lepas dari areal belanja dan akan menuju terminal bis saya baru sadar kalo topi yang yang saya kaitkan di ikat pinggang samping kiri saya sudah lenyap. Ah....untung cuma topi yang diambil (udah kecopetan pun masih beruntung yah? Hehehe), coba kalo dompet atau barang berharga yang lain? Dalam hati saya, dasar copet, topi aja mau diembat apalagi barang berharga yang lain yah...?
Lupakan sejenak dengan kejadian kecopetan yang baru saya alami, kami langsung menuju terminal bis yang akan mengantar kami menuju hotel untuk check in terlebih dahulu. Bis yang kami tumpangi sangat bersih dan nyaman dan dilengkapi dengan pendingin udara. Begitu memasuki kota Shenzhen, saya sangat kagum dan terkesan akan kota ini. Kota ini begitu bersih dan sepanjang perjalanan di kanan kiri saya menyaksikan banyak sekali gedung-gedung bertingkat tinggi yang merupakan gedung perkantoran, hotel dan pusat2 perbelanjaan. Sangat terlihat kemajuan dan modernisasi dari kota Shenzhen yang tergambar jelas dari infrastruktur kotanya.
Sambil menikmati perjalanan, paman mulai bercerita mengenai gambaran kota Shenzhen. Siapa yang akan menyangka Shenzhen akan berkembang pesat menjadi kota yang maju dan modern seperti saat ini? Shenzhen sendiri dulunya merupakan kampung nelayan yang sangat miskin, tetapi berkat reformasi di bidang ekonomi yang diarsiteki oleh alm. Deng Xiao Ping, presiden China dengan menjadikan Shenzhen sebagai zona ekonomi khusus di wilayah China Selatan (bersama Guangzhou), mereka mulai menarik investor dari luar negeri untuk melakukan investasi di wilayah Shenzhen dan sekitarnya dan diberi sejumlah insentif untuk membangun perekonomian kota Shenzhen. Alhasil...tidak butuh  waktu lama yaitu hanya sekitar 20 tahun untuk menjadikan kota Shenzhen sebagai kota kosmopolitan hingga seperti saat ini yang begitu tergambar jelas akan kemajuannya. Saat ini Shenzhen merupakan kota ekonomi tersibuk ke-2 di China setelah Shanghai.

Hanya 30 menit waktu yang dibutuhkan untuk tiba di hotel yang telah dipesan terlebih dahulu oleh saudara saya, dan tentunya semua biaya sewa kamar hotel dibayar oleh mereka, saya hanya nebeng saja hahaha beginilah enaknya kalo punya saudara atau keluarga di luar negeri bisa diservis diajak jalan-jalan tanpa kita perlu mengeluarkan uang sepeserpun, mulai dari biaya hotel, biaya makan sampai biaya jalan-jalan masuk ke objek wisata. Hanya perlu mengeluarkan untuk biaya oleh-oleh saja. OK,  hotel yang lumayan nyaman (maklum bintang 4) sudah di depan mata, tp saya lupa nama hotel tersebut, maklum udah 11 thn yang lalu hahahaha. Satu hal yang masih sangat ingat yaitu walaupun hotel tersebut lumayan mewah namun semua peralatan elektronik di dalam kamar termasuk pesawat televisi semuanya buatan China, hahahaha kebayang dong seperti apa televisi buatan China. Sekilas saya perhatikan televisi yang ada di kamar sangat ketinggalan dari bentuk dan model dengan tv-tv yang kita pakai di Indonesia. Yah...tapi itulah di satu sisi ada positifnya yaitu mereka bangga akan produk buatan dalam negeri mereka sendiri.
Tanpa berlama-lama, setelah check in dan meletakkan barang2 di kamar, saya langsung diajak paman ke objek wisata yang sangat terkenal di Shenzhen yaitu Window of the World (WotW). WotW merupakan sebuah taman yang di dalamnya terdapat miniatur atau replika bangunan-bangunan di seluruh dunia yang dibuat sangat mirip dengan bentuk aslinya. Tidak kurang terdapat miniatur 130 bangunan terkenal yang mewakili 5 benua yang ada di dunia ini mulai dari Menara Eiffel, Menara Pisa, Kincir Angin di Belanda, Piramida Mesir dgn Sphinxnya, Patung Liberty, Opera House Sydney, Angkor Watt, TAJ Mahal dan yang membuat saya bangga juga terdapat replika Candi Borobudur yang sudah sangat kondang seantero jagat itu serta bangunan-bangunan lain. Miniatur ini dibangun dengan perbandingan 1:1, 1:5 dan 1:15.

Dengan luas mencapai 48 ha, taman WotW ini dibuka sejak pukul 09.00-22.00 dengan admission fee sebesar RMB 120 (sekitar Rp 144rb). Selain menikmati miniatur-miniatur bangunan, kita juga dapat menyaksikan beberapa performance atau pertunjukan yang tersebar di beberapa lokasi seperti upacara minum teh, atraksi tarian di Japanese Park, Bible Story and Wedding Ceremony Show di gereja serta atraksi-atraksi menarik lainnya yang jadwal pertunjukannya bisa kita lihat di brosur yang dibagikan pada saat kita masuk di gerbang utama. Bagi yang suka berfoto, butuh waktu seharian untuk menjelajahi seluruh areal taman ini karena selain luas banyak bangunan-bangunan yang menarik yang sayang dilewatkan untuk dijadikan objek berfoto ria.



Kami menjelajahi taman ini hingga sore hari dan tak lupa sebelum pulang saya menyempatkan diri untuk mampir ke toko suvernir yang ada di dalam area taman. Saya membeli beberapa oleh-oleh berupa ornamen patung mini dengan pakaian nasional khas negara masing-masing yang dibalur dalam lapisan kaca, gantungan kunci dan suvernir2 lain. Sangat menarik, tapi butuh perjuangan yang tidak mengenal lelah dalam urusan tawar menawar, apalagi mbak-mbak penjualnya tidak bisa berbahasa Inggris, akhirnya transaksi tawar menawar dilakukan dengan memencet kalkulator hahahaha.
Sebelum pulang ke hotel kebetulan kami melewati sebuah gedung bernama Future Times yang merupakan komplek indoor terbesar di China yang mengintegrasikan kegiatan seni modern, teknologi dan hiburan. Spot yang terdapat di dalam meliputi World Today, the Forest Park, the Futures Streets dan the Adventure Park. Kebetulan pada saat saya datang sedang diadakan pameran produk-produk pertanian di main atrium. Objek yang menarik yang dipamerkan yaitu buah semangka dengan bentuk yang sangat besar dengan berat mencapai 85kg!
Di sini juga terdapat theater dengan konsep garden terbesar di China yang dilengkapi dengan flying cars, demo of flying objects dan sistem projector terbesar di dunia dengan perangkat laser dan layar setinggi 22 meter, lebar 29 meter dan luasnya mencapai 638 M2. Pertunjukan tarian musik yang dikolaborasikan oleh artis-artis China, Amerika dan Jepang juga dipertunjukkan di tempat ini.
Urusan makanpun bisa menjadi masalah di China bila kita sama sekali tidak bisa berbahasa Mandarin aktif maupun pasif. Mengapa saya katakan bermasalah? Saat makan malam, saya diajak paman beserta saudara yang lain ke sebuah restoran (Chinese restaurant tentunya). Ketika buku menu disodorkan oleh sang pelayan, iseng-iseng saya mengintip kira-kira menu apa yang tersedia. Dan pada saat buku menu saya buka, mata saya pun terbelalak karena semua menu yang tersedia semuanya disajikan dalam aksara dan bahasa Mandarin. Saya langsung mengernyitkan dahi dan langsung membayangkan bagaimana seandainya bila tamu yang datang sama sekali tidak menguasai bahasa Mandarin dan sang pelayanpun tidak bisa berbahasa Inggris, kira-kira kita bisa menebak bencana apa yang yang akan terjadi. Bisa rusak selera makan akibat tidak nyambungnya dua budaya yang berbeda....Jadi pesan moralnya adalah jika ke China, jangan sekali-kali masuk ke restoran yang menyediakan masakan China jika sama sekali tidak menguasai bahasa Mandarin dan tidak membawa pendamping yang mengerti bahasa Mandarin. Lebih baik mencari restoran yang menyediakan menu internasional, setidaknya pelayannya mengerti sedikit Bahasa Inggris.
Ada pengalaman unik lain di restoran China tempat saya makan yaitu ketika makan kita akan dihampiri oleh nona-nona cantik berpakaian seksi dengan belahan di paha yang cukup menantang hehehe. Oh rupanya mereka menawarkan minuman bir kepada setiap pengunjung yang datang. Maka tidak heran beberapa pelayan seksi akan silih berganti datang menawarkan karena mereka memang menjual bir dari beberapa merk yang berbeda. Jadi sebelum mereka melihat kita memesan bir, mereka akan berlomba-lomba menawarkan merk bir yang mereka  jual. Akhirnya paman sayapun memesan satu merk bir yang saya tidak tau apa merknya karena memang asing bagi saya merk tersebut hehehe.
Akhirnya setelah melewatkan waktu selama 2 minggu di Hongkong, saya melakukan stop over di Singapore selama 4 hari karena kebetulan airlines yang saya pergunakan yaitu Garuda Indonesia melakukan transit di Singapore jadi kita bisa turun di Singapore dan melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta melalui Singapore lagi tanpa tambahan biaya tiket, hanya membayar Singapore Airport tax. 1 hari sebelum berangkat ke Singapore saat packing saya sangat kaget karena ketika datang saya membawa 3 tas, sekarang pulang ke Jakarta beranak menjadi 5 tas yaitu selain barang-barang pribadi saya dan belanjaan juga terdapat titipan berupa oleh-oleh untuk dibagikan kepada keluarga di Jakarta. Saya langsung was-was, mengingat kapasitas maksimal bagasi yang diperkenankan untuk setiap penumpang hanya 20 kg, sudah pasti ini akan over weight dan saya harus membayar biaya kelebihan bagasi. Ternyata dugaan saya benar..! Ketika 3 koper saya ditimbang ada kelebihan berat bagasi dan petugas check in memberi tahu kalau saya harus membayar  biaya kelebihan bagasi sebesar HKD 300 (sekitar Rp 360.000). Tidak ada pilihan lain buat saya selain merelakan lembar terakhir dollar Hongkong melayang daripada barang-barang tersebut tidak dapat saya bawa pulang kembali ke Jakarta hehehe.  Sementara 2 tas lain saya tenteng masuk kabin pesawat, namun saya masih belum bisa bernapas lega karena setiap penumpang hanya diperkenankan untuk membawa 1 tas ke dalam kabin pesawat.  Namun Dewi Fortuna masih menyertai ........... saya bisa lolos dengan 2 tentengan tas untuk dibawa dalam kabin pesawat.
Namun tak disangka tak diduga, bencana lain datang tanpa saya duga. Pada saat penumpang dipanggil untuk masuk pesawat, kebetulan saya mendapat antrian di belakang untuk masuk pesawat. Ketika keluar di pintu keberangkatan untuk menuju garbarata saya dicegat oleh 2 orang petugas bea cukai berseragam hitam-hitam dan meminta saya untuk berhenti. Sembari menunjukkan ID mereka sebagai petugas bea cukai di bandara, mereka meminta saya untuk membuka ke-2  tas saya untuk diperiksa isinya. Dalam hati saya, apa-apaan ini?  Karena saya melihat penumpang lain tidak ada yang diminta berhenti untuk digeledah barang bawaan mereka seperti yang saya alami saat itu.
Tapi mau protes juga saya gak berani karena ini di negara orang hehehee terpaksa saya menuruti perintah mereka untuk membuka ke-2 tas yang saya tenteng dan petugas tersebut memerintahkan saya untuk mengeluarkan semua isinya untuk diperiksa. What? Saya sampai kaget, apa maksudnya ini? apalagi semua penumpang hampir semuanya telah masuk ke dalam pesawat dan saya tidak dapat membayangkan kalau sampai saya ditinggal karena terlambat masuk ke dalam pesawat. Dengan sedikit rasa jengkel saya keluarkan semua isi tas tersebut, padahal semua sudah dibungkus dengan manis dan rapi untuk dibagikan sebagai oleh-oleh, betapa kesalnya kalau sampai harus dibongkar2 sebelum waktunya tiba. Wah...ketahuan deh semua isi belanjaan gue (pikir saya saat itu).
Semua barang tak luput dari pemeriksaan, apalagi ditambah dengan tatapan sejumlah penumpang lain yang lewat membuat saya menjadi objek perhatian saat itu. Karena memang tidak terdapat barang-barang yang mencurigakan, ya iyahlah isinya hanya berupa suvernir dan makanan saja, apanya yang mau disita? Ternyata, selidik punya selidik  petugas bea cukai melakukan pemeriksaan secara random terhadap beberapa penumpang utk memastikan tidak terdapat barang-barang yang terlarang masuk ke dalam pesawat, walaupun prosedur tersebut telah saya lalui sebanyak 2 kali yaitu sebelum check in dan sebelum masuk ke ruang tunggu keberangkatan. Sialnya, saya penumpang yang ketiban apes yang mendapat pemeriksaan secara acak tersebut.
Namun yang membuat saya terkesan adalah petugas tersebut tidak membiarkan saya untuk membereskan sendiri barang-barang tersebut untuk dimasukkan kembali ke dalam tas, namun dengan simpatik mereka membantu untuk merapikan kembali dan memasukkan kembali ke dalam tas. Setelah beres merekapun meminta maaf atas ketidaknyamanan ini. Saya langsung setengah berlari menuju pintu pesawat takut pintu pesawat sudah ditutup. Namun, saat kaki ini mau diangkat untuk diajak berlari, saya dipanggil kembali oleh petugas bea cukai tersebut. Duh....apalagi sih pikir saya saat itu. Ternyata oh ternyata, sangking terburu-burunya, saya tidak menyadari kalo paspor saya masih di tangan mereka. Sembari tersenyum mereka mengembalikan paspor saya, setelah mengucapkan terima kasih saya langsung lari sekencang-kencangnya masuk pesawat yang saat itu sudah siap-siap akan ditutup.
Begitu nomor kursi ditemukan dan ke-2 tas saya letakkan di atas kabin pesawat, saya langsung terduduk lemas di kursi. Selama beberapa menit saya merenungkan kejadian yang baru saja saya alami dan yang membuat saya shock minta ampun adalah bagaimana jika paspor saya benar-benar ketinggalan karena terburu-burunya saya pada saat itu. Duh....saya tidak dapat membayangkan jika itu benar-benar terjadi, maka saya akan mengalami ini itu dan macam-macam pemikiran lain yang menggelayut di otak saya. Tapi syukurlah, hal tersebut tidak terjadi, sembari saya mengakhiri lamunan setelah sadar bahwa yang duduk di sebelah saya adalah 2 orang mbak-mbak TKI yang akan pulang kampung ke Surabaya.
Bersambung...........

1 comment: